Sabtu, 30 Januari 2010

Aku Bersukacita!!!

Tuhan, Engkau tempat aku berteduh, rasa nyaman dan tenang aku alami, ketika aku ada dalam naungan tangan-Mu, ketakutan dan kekuatiran yang silih berganti, terus hanyut jauh digantikan dengan aliran yang menguatkan hatiku. Langkah kaki yang gemetar, karena tidak mantap dalam melangkah, sekarang Engkau tegapkan dengan kekuatan-Mu. Sekarang mataku hanya tertuju kepada-Mu, Tuhan Yesusku. Pujian seorang yang merasakan bagaimana Tuhan benar-benar menolong hidupnya tanpa ragu, karena tangan Tuhan sungguh memegang seluruh perjalanan hidupnya. Tuhan bukan saja dalam pikirannya, dan bukan saja dalam angan-angan konsep, tetapi Tuhan yang hidup itu nyata dalam setiap pergumulan dan beban hidup; nyata dalam setiap kebingungan dan kekuatiran yang dialami. Tuhan bisa menjadi sahabat yang akrab di mana kita bisa curhat, dan Tuhan memberikan kelegaan hati dan pikiran kita.

Donald, anak yang imut-imut, masih berumur 4 tahun. Dia sangat peka sekali dengan suara-suara yang keras. Juga suara petir pada saat hujan lebat. Jika suatu hari langit dipenuhi dengan awan yang gelap, maka dia sudah merasa takut karena hujan dan petir yang menyambar-nyambar. Maka Donald selalu menangis ketakutan. Apa yang dialami Donald itu menjadi perhatian khusus bagi orang tuanya. Pada saat cuaca buruk, Donald sudah kelihatan gelisah. Maka sang ayah atau ibu langsung mendekap Donald di dadanya. Dipeluklah anaknya yang dikasihinya. Dengan pelukan itu, maka tangan dan kaki Donald juga memegang erat gendongan ayah dan ibunya. Ketika hujan turun, dan petir menyambar-nyambar, Donald benar-benar merasakan ketenangan bahkan kehangatan kasih dari sang ayah dan ibunya. Rasa aman, damai, pelukan kasih itu benar-benar dirasakan. Bukan hanya diketahui, juga bukan hanya dikatakan. Tetapi benar-benar dirasakan. Ketika Donald semakin dewasa, menjadi anak besar dan siap memasuki dunia remajanya, maka dia menjadi anak yang benar-benar merasa bangga dengan orangtuanya. Bangga bukan untuk dibanggakan, tetapi bangga yang keluar dari hatinya. Bangga yang penuh rasa hormat dan kasih. Segala ketakutan dan kekuatiran sudah tidak melekat lagi dalam dirinya. Itulah yang membuat Donald bangga kepada orang tuanya.

Pemazmur mempunyai pengalaman yang sama dengan Tuhan. Dia mengatakan: “Aku mau bersukacita dan bersukaria karena Engkau, bermazmur bagi nama-Mu, ya Mahatinggi,” Maz.9:3. Daud, sungguh-sungguh merasakan sukacita dan bersukaria, yang artinya Daud menjalani hidupnya dengan senang, nyaman, ada damai sejahtera. Semua itu terjadi “Karena Engkau”. Jadi penyertaan Tuhan dirasakan secara nyata. Sudahkah penyertaan Tuhan kita rasakan?

Amin.

Sumber : http://www.glorianet.org/index.php/nathan/71-nathan-sembah-hidup/1948-aku-bersukacita

Jumat, 29 Januari 2010

Berbahagialah Orang Yang Tidak Melihat Namun Percaya

BERBAHAGIALAH ORANG YANG TIDAK MELIHAT NAMUN PERCAYA
Yohanes 20:24-31



Ada sebagian orang yang berpendapat: "lihat dahulu baru percaya". Mereka perlu melihat fakta dan bukti terlebih dulu sebelum bisa percaya. Kepercayaan mereka didasarkan pada apa yang mereka lihat dan alami.

Dalam hal-hal tertentu pendapat seperti itu memang tepat. Seorang atasan tentu perlu melihat etos kerja dan hasil karya bawahannya sebelum memberikan kepercayaan penuh kepadanya. Seorang dokter memang perlu melihat berbagai hasil pemeriksaan pasien sebelum memberikan pengobatan kepadanya. Seorang penyidik perlu melihat bukti-bukti dengan akurat sebelum menetapkan siapa sebenarnya yang menjadi tersangka. Kendati demikian, kita harus menyadari bahwa pandangan itu tidak dapat diterapkan pada semua hal.

Pdt. Wahyu Pramudya menuliskan, bahwa ada banyak hal yang tidak dapat kita lihat, tetapi tetap dapat kita percayai keberadaannya. Kita tidak dapat melihat nyawa kita sendiri, tetapi itu tidak berarti bahwa nyawa kita tidak ada. Kita tidak dapat melihat otak kita, tetapi kita percaya bahwa kita punya otak. Mungkin kita belum pernah melihat gunung Everest yang memiliki puncak yang tertinggi di dunia, namun kita mempercayai kenyataan itu.

Dalam kehidupan beriman, ada sebagian orang yang selalu minta bukti. Kalau tidak melihat fakta yang kasat mata atau bukti yang masuk akal, mereka tidak mau percaya.

Tomas adalah orang yang seperti itu. Ia tidak hadir pada saat Tuhan Yesus menampakkan diri kepada teman-temannya. Ketika mereka memberitahukan kepadanya bahwa mereka melihat Tuhan Yesus yang telah bangkit, bagaimana reaksi Tomas? Bukannya percaya dan bersukacita, melainkan dia justru mengatakan, "Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya."

Mengapa Tomas tidak percaya bahwa Tuhan Yesus sudah bangkit? Mengapa ia mengatakan bahwa kalau ia belum melihat bekas paku pada tangan-Nya, belum menaruh jarinya pada bekas-bekas luka paku itu dan belum menaruh tangannya pada lambung-Nya, sekali-kali ia tidak mau percaya?

Paling tidak ada tiga alasan mengapa Tomas dapat bersikap dan berkata seperti itu.

  1. Ia tidak memiliki pengharapan. Pengharapannya telah lenyap ketika melihat Yesus ditangkap, disalibkan dan mati. Sebelumnya ia setia mengikut Yesus dan memiliki pengharapan bahwa Yesus, Sang Mesias, akan membebaskan Israel dari kungkungan musuh dengan kemenangan yang gilang-gemilang. Tetapi ia melihat suatu kenyataan bahwa Ia ditangkap, diadili, dianiaya dan mati dengan cara yang tragis. Saat itu sepertinya Yesus tidak berdaya menghadapi orang-orang yang menganiaya diri-Nya. Melihat kenyataan tersebut Tomas menjadi sedih, kecewa, dan putus asa. Ia tidak lagi memiliki pengharapan di dalam Dia. Karena tidak ada pengharapan, ia pun tidak mengira bahwa Yesus akan bangkit dari kematian.


  2. Ia tidak berpegang kepada Firman Tuhan. Tuhan Yesus telah memberitahukan kepada murid-murid-Nya, termasuk Tomas, bahwa Ia akan disesah dan dibunuh, dan sesudah tiga hari Ia akan bangkit (Mrk. 10:34; 14:28; bd. Yoh. 2:20-22). Bila Tomas memperhatikan dan mengamini Firman Tuhan itu, tentu ia akan dengan mudah percaya pada berita kebangkitan Yesus. Tetapi sayang, Tomas tidak memegang perkataan-Nya itu. Ia mengabaikan dan melupakan Firman yang sudah Tuhan Yesus nyatakan.


  3. Ia berpusat pada diri sendiri, bukan Tuhan. Ia lebih mengandalkan mata dan tangannya, dan tidak membuka telinga dan hatinya terhadap berita kebangkitan Yesus. Pengamatan dan pengalamannya sendirilah yang ia utamakan, bukan Firman Tuhan. Itu sebabnya ketika teman-temannya memberitakan tentang Yesus yang telah bangkit, ia mengatakan bahwa kalau ia belum melihat bekas paku pada tangan-Nya, belum menaruh jarinya pada bekas-bekas luka paku itu dan belum menaruh tangannya pada lambung-Nya, sekali-kali ia tidak mau percaya.

Bukankah pada saat ini banyak juga orang yang seperti Tomas? Tidak punya pengharapan, mengabaikan Firman Tuhan, dan berpusat pada dirinya sendiri. Pengamatan dan pengalamannya sendirilah yang mereka utamakan, bukan Firman Tuhan. Untuk dapat percaya mereka minta bukti-bukti nyata, tanda-tanda ajaib, mukjizat dan sebagainya.

Puji Tuhan! Tuhan Yesus tidak mengabaikan orang yang tidak percaya seperti Tomas. Seminggu kemudian pengikut-pengikut Yesus ada lagi di tempat itu, dan Tomas hadir juga. Semua pintu terkunci. Tetapi Yesus datang dan berdiri di tengah-tengah mereka, lalu berkata, "Salam sejahtera bagimu." Kemudian secara khusus Ia berkata kepada Tomas: "Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah."

Dari peristiwa itu kita dapat melihat kepedulian Tuhan Yesus. Ia peduli kepada Tomas si Peragu dan datang untuk meneguhkan imannya. Demikian juga ia mengerti kelemahan kita dan mau menguatkan dan menolong kita. Ia pun berkata kepada kita, "Jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah."

Setelah Yesus menampakkan diri, Tomas baru benar-benar percaya dan menyatakan pengakuan iman yang begitu mendasar, "Ya Tuhanku dan Allahku!" Tetapi Tuhan Yesus berkata kepada Tomas, "Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya."

Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya. Tidaklah penting apakah seorang melihat-Nya ataupun tidak, tetapi adalah sangat penting baginya untuk percaya. Sebab dengan percaya kepada-Nya itulah seseorang menerima keselamatan dan karunia-Nya. Memang baik untuk bisa melihat dan percaya, tetapi lebih berbahagia orang yang tidak melihat namun percaya kepada-Nya.

Pada saat kita hidup dalam pengharapan, memegang teguh Firman-Nya, dan berpusat pada Allah, maka kita akan senantiasa percaya kepada Yesus yang telah mati dan bangkit kembali. Memang sekarang ini kita tidak melihat Yesus, mungkin pula tidak melihat mukjizat-mukjizat seperti yang dicatat dalam Injil Yohanes itu. Tetapi seperti yang dikatakan Alkitab, "Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus" (Rm. 10:17; 1 Yoh. 5:9-13). Kita tidak melihat Dia dengan mata kita, tetapi dalam iman kita berhadapan muka dengan muka dengan-Nya pada saat membaca Firman Tuhan. Kita dapat menyaksikan betapa Ia hidup, apa yang dikatakan-Nya, dan apa yang dilakukan-Nya. Dengan demikian iman percaya kita diteguhkan, ditumbuhkan dan disegarkan.

Orang yang tidak melihat namun percaya kepada-Nya sungguh berbahagia. Apakah Saudara termasuk orang yang berbahagia itu?

Sumber : http://www.gki.or.id/content/doc.php?doctype=A&id=124

Kamis, 28 Januari 2010

Diberkatilah Orang yang Mengandalkan Tuhan

Yeremia 17:7 Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!

Ada dua hal yang harus kita lakukan untuk memperoleh berkat Tuhan menurut ayat ini, yaitu mengandalkan Tuhan dan menaruh harapan hanya kepada Tuhan. Ada banyak orang yang ingin diberkati tetapi tidak mengandalkan Tuhan. Mereka lebih mengandalkan kepintaran dan kehebatannya, akibatnya yang ada adalah kekecewaan demi kekecewaan. Orang yang mengandalkan kekuatannya sendiri atau dengan kata lain mengandalkan manusia akan senantiasa hidup dalam kutuk. Itu dapat kita lihat pada ayat di bawah:

Yeremia 17:5-6 Beginilah firman TUHAN: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk.

Orang yang hidup dalam kutuk akan senantiasa mengalami stress. Bahkan bila stress ini terus berlanjut, maka tidak jarang akan mengambil tindakan nekat seperti bunuh diri. Mengapa? Itu karena hidup mereka senantiasa kekeringan, tidak mendapat penghiburan dari Tuhan. Keadaan baik dan pemulihan yang mereka harapkan tidak kunjung terjadi. Itulah suasana hidup dalam kutuk.


Tetapi akan berbeda bagi orang yang mengandalkan dan menaruh harapannya kepada Tuhan. Mereka tidak akan pernah stress. Walau mereka banyak pikiran, mereka tidak akan tertekan karena akan mendapat penghiburan dari Tuhan. Itu dapat kita lihat pada ayat di bawah:

Mazmur 94:19 Apabila bertambah banyak pikiran dalam batinku, penghiburan-Mu menyenangkan jiwaku.

Penghiburan dari dunia tidak akan sama dengan penghiburan yang berasal dari Tuhan. Penghiburan dari dunia terbatas dan hanya bertahan sebentar karena tidak mempunyai kekuatan di dalamnya, tetapi penghiburan dari Tuhan akan meyentuh hati yang paling dalam dan mendatangkan damai sejahtera yang membangkitkan kekuatan kita untuk bangkit.

Oleh sebab itu, apabila ada di antara kita saat ini ada yang merasa stress dan tertekan, mari kita koreksi diri kita apakah kita mengandalkan Tuhan apa tidak. Jika kita sedang mengalami stress dan perasaan tertekan itu artinya kita tidak mengandalkan Tuhan. Hati-hatilah karena kutuk sudah menanti. Berpalinglah kepada Tuhan dan andalkanlah Dia. Tuhan tidak menolak jika kita datang kepada-Nya. Justru Tuhan senang jika kita menyerahkan beban hidup kita kepada-Nya. Itu dapat kita lihat pada ayat di bawah:

Matius 11:28 Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.

Ketika kita mengandalkan Tuhan, itu sama dengan kita mendekatkan diri pada sumber berkat itu yaitu Tuhan. Jadi, jika kita sudah dekat dengan sumber berkat, apalagi yang harus kita kuatirkan? Oleh sebab itu, mari datang kepada Tuhan dan mengandalkan serta berharap kepada-Nya. Maka Ia yang merupakan sumber berkat akan mencurahkan berkatnya dan tidak akan membiarkan kita mengalami kekeringan. Tuhan Yesus memberkati.

Amin.

Sumber : http://www.renungan-kristen.com/index.php/component/content/214?task=view

Rabu, 27 Januari 2010

Berakar di Dalam Dia, Berbuah Karena Karunia-Nya

Yer. 17:5-10, Mzm. 1, I Kor. 15:12-20, Luk. 6:17-26

Ucapan "berbahagia" sering dikenal dari Injil Matius, yaitu dalam khotbah Tuhan Yesus di bukit (Mat. 5:1-12). Karena itu latar belakang ucapan "berbahagia" di Luk. 6:20-26 sering diidentikkan dengan khotbah Yesus di atas bukit. Namun apabila kita menilik Luk. 6:17 dengan cermat, sebenarnya ucapan "berbahagia" di Luk. 6 bukan berlatar belakang khotbah Tuhan Yesus di bukit, tetapi Luk. 6 berlatar belakang di tanah yang datar, yaitu tempat orang banyak berkumpul. Walau demikian, khotbah Tuhan Yesus di bukit maupun di tanah datar pada prinsipnya mengemukakan makna "berbahagia" yang spesifik, yaitu yang tidak sama dengan apa yang dipikirkan oleh dunia pada umumnya. Dalam hal ini pengertian "makarioi" yang diterjemahkan dengan "berbahagialah" bukan berarti: "semoga bahagia". Tetapi makna kata "makarioi" lebih tepat menunjuk kepada keadaan "kamu kini adalah bahagia". Orang-orang yang disebut "bahagia" dalam makna khotbah Tuhan Yesus adalah karena mereka diberkati oleh Allah, sebab mereka tidak mengandalkan kekuatannya sendiri, atau kekuatan dan kuasa orang lain, namun mereka sungguh-sungguh mengandalkan Allah di dalam seluruh hidupnya.

Di Luk. 6:20, ucapan berbahagia dimulai dengan: "Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah". Perkataan dan ajaran Tuhan Yesus tersebut memberikan kekuatan dan pengharapan kepada orang banyak yang mana mereka saat itu kebanyakan adalah orang-orang sederhana, dan orang-orang yang miskin secara duniawi, sebab mereka umumnya hidup tanpa harta milik. Karena mereka miskin dan tidak memiliki sesuatu yang diandalkan, maka mereka hanya mengandalkan pertolongan Allah. Sebaliknya ketika orang merasa dirinya kaya dan merasa telah memiliki segala sesuatu, mereka umumnya memiliki kecenderungan untuk mengandalkan kepada kekuatan dan harta miliknya dari pada kepada Allah. Sehingga sangat tepatlah ketika nabi Yeremia menyampaikan firman Tuhan dengan pesan yang hampir sama, yaitu: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada Tuhan" (Yer. 17:5). Nabi Yeremia menegaskan bahwa orang yang mengandalkan manusia dan kekuatannya sendiri serta berpaling meninggalkan Allah adalah terkutuk. Jadi bukankah makna berbahagia yang diajarkan oleh Tuhan Yesus dalam konteks ini memiliki kesamaan dengan Firman Tuhan yang disampaikan oleh nabi Yeremia? Bukankah yang tidak diberkati oleh Allah berarti "terkutuk"?

Dalam realita hidup sehari-hari, tentu tidak dimaksudkan bahwa semua orang kaya dapat digolongkan sebagai oang-orang yang tidak mengandalkan Allah sehingga mereka terkutuk, dan semua orang miskin selalu dapat digolongkan dengan orang-orang yang mengandalkan Allah sehingga mereka diberkati. Lebih tepat dipahami bahwa semua orang yang hanya mengandalkan kekuatannya sendiri, atau mengandalkan kepada kuasa manusia pasti tidak akan diberkati oleh Allah. Sebagai orang berdosa, orang kaya dapat tergoda untuk mengandalkan harta miliknya, maka orang miskin juga dapat tergoda untuk mengandalkan belas kasihan dari orang-orang yang dianggap lebih mampu, sehingga mereka tidak belajar bertanggung jawab atas kesulitan hidup yang mereka alami. Sebaliknya dalam kenyataan hidup kita juga dapat melihat kehidupan orang-orang kaya dengan sikap rohani yang mengandalkan Allah. Mereka memiliki banyak hal, tetapi hati mereka tidak pernah terikat dengan apa yang mereka miliki sehingga mereka dengan murah hati dan penuh kasih membagi-bagikan berkat yang dimiliki kepada setiap orang yang membutuhkannya. Bagi orang-orang kaya yang demikian, makna berbahagia bukan karena mereka memiliki banyak hal, karena mereka dapat menyalurkan berkat Tuhan kepada banyak orang. Justru sikap orang kaya tersebut menandakan hidup sebagai orang yang miskin di hadapan Allah.


Dengan pola spiritualitas yang mengandalkan Tuhan dan senantiasa ingin menjadi berkat, nabi Yeremia menyebut setiap orang baik mereka yang kaya maupun yang miskin sebagai: "ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah" (Yer. 17:. Gambaran dari pohon yang tumbuh di tepi air dengan akar-akar yang mampu memiliki akses untuk memperoleh air yang dibutuhkan, sehingga pohon tersebut akan tetap memiliki daun yang terus menghijau dan menghasilkan buah secara tetap merupakan gambaran dari kehidupan orang-orang yang berbahagia karena mereka diberkati oleh Tuhan. Sangat menarik ucapan nabi Yeremia tersebut sejajar dengan Firman Tuhan di Mazmur pasal 1:3, yang juga dimulai juga dengan ucapan: "Berbahagialah!" (Mzm. 1:1). Apabila pohon tersebut dapat bertumbuh, berbunga dan menghasilkan buah bukan karena kekuatannya sendiri, tetapi karena ia mengandalkan Tuhan. Spiritualias orang beriman dapat tumbuh karena "semua akar-akarnya merambatkan ke tepi batang air", yaitu bersumber kepada penyertaan dan berkat Allah. Manakala pohon tersebut tidak mendapat suplai air, maka pastilah pohon itu akan mati dan tidak mungkin berbunga apalagi berbuah. Kehidupan orang percaya haruslah berakar di dalam Tuhan, maka pastilah mereka akan berbuah karena kuasa kasih karunia Tuhan.

Namun pertanyaan yang menggelitik muncul, mengapa manusia cenderung mengandalkan kepada kekuatannya sendiri atau mengandalkan kuasa orang lain, dan tidak mau mengandalkan kepada pertolongan Allah belaka? Tentu ada banyak jawaban dan kemungkinan terhadap pertanyaan tersebut. Namun menurut pandangan saya, karena manusia sering tergoda untuk berpaling membelakangi Allah karena dia ingin menjadi seperti Allah sehingga dia dapat menentukan jalan hidup menurut kehendak dan kemauannya sendiri. Karena itu manusia cenderung untuk mencari sumber kekuatannya dari dirinya sendiri, agar dapat memegahkan diri bahwa mereka dapat mencapai prestasi dengan kekuatan dan usaha mereka sendiri. Memang manusia telah diberi karunia oleh Tuhan untuk menguasai dan menaklukkan seluruh alam ini. Tetapi apakah manusia juga bersedia mempertanggungjawabkan mandat yang dipercayakan kepada Tuhan? Di sisi lain, kemampuan memiliki dan menguasai banyak hal bukanlah tanda dari orang-orang yang berbahagia. Sebab orang yang berbahagia bukan berorientasi kepada milik dan tindakan menguasai harta milik atau pun hidup orang lain. Tetapi orang yang berbahagia adalah ketika dia mau menjadi alat penyampai berkat keselamatan Allah kepada sesama, seluruh mahluk hidup dan lingkungan hidup ini. Seluruh hidup orang percaya hanya berorientasi kepada kasih Allah dan komitmennya untuk terus menghadirkan syalom, yaitu keselamatan dan damai sejahtera Allah di manapun dia berada.

Sumber : http://www.gki.or.id/content/doc.php?doctype=A&id=33

Selasa, 26 Januari 2010

Da Vinci Code: Antara Fakta dan Fiksi

Akhir-akhir ini, sudah banyak gereja mengadakan seminar tentang Da Vinci Code. Banyak orang Kristen bingung. Apa benar, Yesus menikah dengan Maria Magdalena? Apa benar, Maria pergi ke Perancis lalu beranak cucu di sana, dan keturunannya sekarang masih ada? Apa benar skandal ini ditutup-tutupi oleh gereja ribuan tahun lamanya? Kebingungan ini muncul karena Dan Brown, pengarang Da Vinci Code, meng-klaim bahwa novelnya bukan sekedar fiksi, tetapi dibuat berdasar fakta sejarah dan "riset ilmiah."

Dan Brown memang pintar membumbui novelnya dengan pelbagai data sejarah yang sangat rinci, sehingga kelihatan begitu meyakinkan. Padahal, jika diteliti lebih jauh, ada banyak kesalahan data. Misalnya, menurut Brown, adat Yahudi mengharuskan seorang lelaki dewasa menikah. Mereka yang tidak menikah dianggap terkutuk. Dari situ disimpulkan: Yesus sebagai lelaki Yahudi pasti menikah! Padahal di jaman Yesus ada orang-orang yang tidak menikah. Kaum Eseni, misalnya, hidup selibat untuk melayani Tuhan sepenuhnya. Kelompok ini tetap saja diterima di masyarakat, tidak dianggap terkutuk! Jadi, tidak jadi persoalan jika Yesus selibat. Dan Brown memberi latar belakang sejarah yang keliru.

Kesalahan data lainnya, dikatakan "lebih dari 80 kitab Injil telah dipertimbangkan untuk masuk dalam Perjanjian Baru, namun akhirnya hanya empat yang masuk dalam Alkitab, yaitu kitab Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes." Ia menyimpulkan: Alkitab kita telah disensor oleh penguasa saat itu, Kaisar Konstantin, untuk memenuhi ambisi politiknya. Di sini Brown menarik kesimpulan yang terlalu jauh. Memang ada kitab-kitab yang tidak masuk dalam kanon Alkitab. Jumlahnya tidak sampai 80, namun hanya belasan. Kitab-kitab tersebut tidak dimasukkan bukan karena kehendak Kaisar Konstantin! Sejak awal, gereja telah mengakui keempat Injil dan memakainya secara luas sebagai pegangan ajaran. Sedangkan kitab-kitab lain, seperti Injil Thomas, Injil Filipus, atau Injil Yudas sejak semula sudah ditolak oleh orang percaya, karena dikarang oleh pengikut ajaran gnostik Kristen. Ajaran yang menghubungkan kekristenan dengan agama-agama alam, Yudaisme, dan filsafat Yunani ini sejak semula ditolak. Oleh sebab itu, tentu kitab-kitab karya mereka tidak dimasukkan dalam kanon Alkitab.

Masih banyak lagi isu kontroversial yang diangkat dalam Da Vinci Code. Misalnya, lukisan "Perjamuan Terakhir" karya Leonardo Da Vinci. Menurut penafsiran Brown, mengandung pesan-pesan rahasia. Figur yang duduk di sebelah kanan Yesus bukanlah rasul Yohanes, melainkan Maria Magdalena. Karena gambar wajahnya begitu feminin. Brown lupa, bahwa Leonardo Da Vinci memang selalu melukis orang yang karakternya lembut seperti malaikat dengan wajah feminin. Karena Yohanes dijuluki sebagai "murid yang dikasihi Yesus", Leonardo pun menggambar wajahnya begitu tenang seperti malaikat! Singkatnya, hampir 20% isi novel Da Vinci Code memaparkan data-data sejarah yang telah dikacaukan. Pembaca yang buta sejarah bisa jadi terpesona dan diyakinkan secara mentah, karena tidak adanya pembanding.

Oleh sebab itulah, Da Vinci Code hendaknya dibaca dengan kacamata yang tepat. Ingatlah, Da Vinci Code adalah dongeng. Cerita fiksi belaka yang tidak perlu dipercayai atau dipandang serius. Sebagai cerita, Brown memang berhasil mengarang karya fiksi yang seru, menegangkan, dan cerdas. Brown telah sukses mengarang sebuah dongeng post-modern. Dongeng yang merelatifkan apa yang sudah diterima sebagai kebenaran umum, sehingga mengundang kontroversi dan membuat orang penasaran. Tidak heran ia menjadi kaya raya!

Di masa depan, suksesnya novel Da Vinci Code bakal mendorong penulis-penulis lain mengarang novel dengan tema serupa. Oleh sebab itu, kita perlu berhati-hati. Jangan asal percaya dengan cerita yang tidak jelas kebenarannya. Bacalah dengan kacamata yang benar. Akhirnya, Rasul Paulus mengingatkan kita: "peganglah segala sesuatu yang telah engkau dengar dari padaku sebagai contoh ajaran yang sehat dan lakukanlah itu ... Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng" (2Tim 1:13, 4:4).

Sumber : http://www.gki.or.id/content/doc.php?doctype=A&id=22

Senin, 25 Januari 2010

Pengakuan Iman

GKI mengaku imannya bahwa Yesus Kristus adalah :

  1. Tuhan dan Juruselamat dunia, Sumber kebenaran dan hidup

  2. Kepala Gereja, yang mendirikan gereja dan memanggil gereja untuk hidup dalam iman dan misinya.


GKI mengaku bahwa Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah Firman Allah, yang menjadi dasar dan norma satu-satunya bagi kehidupan gereja.

Dalam persekutuan dengan Gereja Tuhan Yesus Kristus di segala abad dan tempat, GKI menerima Pengakuan Iman Rasuli, Pengakuan Iman Nicea Konstantinopel, dan Pengakuan Iman Athanasius. GKI dalam ikatan dengan tradisi Reformasi, menerima Katekismus Heidelberg.

 
Pengakuan Iman Rasuli
Aku percaya kepada Allah Bapa yang mahakuasa, Khalik langit dan bumi,
Dan kepada Yesus kristus, Anak-Nya yang tunggal, Tuhan kita,
Yang dikandung daripada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria,
Yang menderita dibawah pemerintahan Pontius pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan, turun kedalam kerajaan maut,
Pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati,
Naik ke sorga, duduk disebelah kanan Allah, Bapa yang mahakuasa
Dan akan datang dari sana untuk menghakimi orang yang hidup dan mati
Aku percaya kepada Roh Kudus;
Gereja yang kudus dan am; persekutuan orang kudus;
Pengampunan dosa;
Kebangkitan orang mati;
Dan hidup yang kekal. AMIN

Pengakuan Iman Nicea - Konstatinopel
Aku percaya kepada Allah yang Esa, Bapa yang Mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, serta segala sesuatu yang nampak maupun tak nampak.Dan kepada satu Tuhan Yesus Kristus, Anak Tunggal Allah, dilahirkan dari Bapa sebelum segala ciptaan; Allah dari allah, Terang dari terang, Allah sejati; dilahirkan, bukan diciptakan, sehakekat dengan Bapa, dan dari pada-Nya segala sesuatu diciptakan. Yang bagi kita umat tebusan-Nya, turun dari surga, dan berinkarnasi dengan pimpinan Allah Roh Kudus melalui anak dara Maria, dan menjadi serupa dengan manusia; disalibkan bagi kita pada masa Pontius Pilatus; menderita dan dikuburkan; dan pada hari yang ketiga bangkit kembali, sesuai yang dinubuatkan dalam Alkitab; naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa; dan Ia akan datang lagi, penuh kemuliaan, untuk menghakimi yang hidup dan yang mati; dan Kerajaan-Nya akan kekal selamanya. Aku percaya kepada Roh Kudus, Tuhan dan Sumber Kehidupan; keluar dari Allah Bapa dan Allah Anak. Bersama-sama dengan Allah Bapa dan Anak disembah dan dimuliakan. Aku percaya kepada gereja rasuli yang kudus, esa, dan am. Aku percaya kepada baptisan sebagai tanda penebusan dosa, dan aku menantikan kebangkitan orang mati, dan hidup yang kekal sesudah kematian. AMIN

Sumber : http://www.gki.or.id/content/index.php?id=2

Sabtu, 23 Januari 2010

Arti Logo GKI

 

Logo GKI terdiri dari 4 (empat) komponen utama yaitu perahu, salib, gelombang, serta Alfa Omega, berikut ini adalah maknanya :

  1. Perahu melambangkan gereja Tuhan yang bergerak maju memenuhi tugas panggilannya di dunia dan pengakuan GKI sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari gereja-gereja Tuhan untuk mewujudkan Gereja Yang Esa di Indonesia dan di dunia.

  2. Salib melambangkan kasih dan pengorbanan Tuhan Yesus Kristus yang menentukan jalan hidup GKI.

  3. Gelombang melambangkan dunia yang penuh tantangan dan peluang di mana GKI diutus.

  4. Alfa dan Omega melambangkan Tuhan Allah yang kekal, yang berkuasa menetapkan dan menyertai seluruh perjalanan GKI.

Sumber : http://www.gki.or.id/content/index.php?id=24

Jumat, 22 Januari 2010

KESOMBONGAN

Kesombongan adalah sikap yang memandang rendah, atau mengecilkan usaha, pemikiran atau apa saja yang dicapai orang lain, kemudian timbul kecenderungan untuk membandingkan usaha orang lain dengan sisi keberhasilan yang dia capai, tetapi menutupi kekurangan diri sendiri. Perasaan lebih tinggi ini akan menyebabkan hilangnya kesempatan untuk mendengar pandangan luar, sehingga bila berlarut wawasan pun menjadi sempit.

Wayne D Calloway, seorang CEO dari PepsiCo mengatakan bahwa kesombongan merupakan alasan utama yang menjadi sebab kegagalan seorang manajer untuk meningkat kepada potensi yang seharusnya dapat dia capai, seterusnya dia berkata: "Arrogance is the illegitimate child of confidence and pride. Arrogance is the idea that not only can you never miss shooting a duck, but no one else can ever hit one."

Salah satu pernyataan Socrates yang baik untuk direnungkan: "You are wise only when you are humble, the very bit of wisdom and the prerequisite for all others is the realization that we are not wise.", kemudian pernyataan St. Bernard ketika ditanya mengenai 4 kebajikan utama yang harus dilakukan, maka jawabnya adalah: “Kerendahan hati, kerendahan hati, kerendahan hati dan kerendahan hati.
Tuhan memberikan kemampuan kepada kita berbeda-beda, yang diberi kemampuan lebih tinggi pada satu bidang tidak harus sempurna dalam lapangan lain, tetapi kesadaran ini sering buyar, tertutup oleh pembatas pandangan yang hanya sejauh diri sendiri.

Sekitar dua puluh tahun yang lalu, beberapa orang pimpinan sebuah gereja di Indonesia merasa bahwa mereka telah memberikan banyak persembahan untuk sebuah proyek, tetapi toh dana masih belum cukup, mereka lalu berbincang-bincang. Di dalam pembicaraan itu, antara lain keluar kalimat seperti ini: " Kita sudah memberi banyak, tetapi jemaat kurang punya kesadaran untuk memberi, karena itu perlu diberikan motivasi yang lebih tinggi." Belum sempat ditemukan cara pemberian motivasi yang baik, seorang janda pemilik warung jamu yang kecil membawa sebongkah emas, hasil dari tabungan bertahun-tahun. Akibat pemberian ibu ini, keluar pernyataan baru; “Kami merasa tertempelak, kami salah menilai, ......"

Mari kita merenungkan beberapa pernyataan dibawah ini:
  • Karena saya mau berusaha, maka Tuhan memberikan berkat, kesulitan selalu terjadi pada orang-orang yang tidak mau berusaha. ( Lalu bagaimana dengan Ayub yang mengalami banyak kesulitan )

  • Saya bersyukur karena Tuhan memberikan kepandaian yang lebih tinggi dari teman-teman lain. (Banyak profesor yang hanya sempat berbicara tentang ilmunya tetapi tidak tentang dirinya)

  • Pendapat saya lebih baik karena didukung oleh pengalaman bertahun-tahun dalam bidang yang saya kuasai. (Penelitian terbaru belum sempat dibaca)

  • Orang berdosa perlu merasakan akibat dari perbuatannya, kalau kita sungguh-sungguh mengenal Tuhan, kita pasti tidak akan berbuat dosa seperti itu. (Hanya Tuhan yang tidak berdosa)

  • Jemaat yang mengasihi gereja, pasti akan datang pada acara persekutuan doa. (Ada yang tidak punya kesempatan untuk hadir dalam persekutuan, tetapi jauh lebih banyak memberikan pelayanan kepada orang lain)

  • Pemimpin-pemimpin gereja kurang berpengalaman, saya malas untuk dipimpin orang-orang macam itu. (Dipersilahkan untuk berbagi pengalaman, memberikan saran-saran bijak untuk pertumbuhan bersama)

  • Orang Kristen yang benar pasti dicukupi Tuhan dalam segala perkara, kesulitan yang dia hadapi adalah karena dia kurang pasrah. (Yang dipandang hidup di dalam kesulitan, kok ada saja yang lebih banyak senyumnya)

Banyak pernyataan-pernyataan lain yang mengandung setengah kebenaran, tetapi tidak didukung oleh pemahaman secara keseluruhan, dan didasari oleh perasaan bahwa keadaan atau pandangan sendiri yang lebih baik.


Pada suatu ketika bahkan murid-murid Yesus pun sempat mempersoalkan siapa yang terbesar di antara mereka. Menyadari kesalahan ini, maka pada waktu Yesus menanyakan pembicaraan mereka, semua terdiam, lalu Yesus berkata: "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya." (Markus 9:33-37) . Masih belum sadar dengan pelajaran ini, bandingkan dengan pembicaraan didalam Markus 10:35-45, sekarang 2 orang murid malahan ingin menduduki tempat yang terutama di Surga. Kalau tadi mencari siapa yang terbesar didunia, sekarang siapa yang terbesar di akhirat. Murid yang lain marah, suatu reaksi normal terhadap orang yang sombong, bukan karena mereka tidak sombong, tetapi biasanya reaksi ini juga didasari oleh sikap yang sama sombongnya, karena merasa kedudukan yang layak untuk dia malah telah diminta oleh orang lain. Bukankah argumentasi ini didukung oleh pasal 9 yang menunjuk pertengkaran mereka?

Cukup banyak ayat-ayat di dalam Alkitab yang menolak kesombongan, beberapa di antaranya :
  • I Samuel 2:3: "Janganlah kamu selalu berkata sombong, janganlah caci maki keluar dari mulutmu...".

  • Yeremia 9:23: " Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya".

  • Filipi 2:3: "....Sebaliknya, hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri." Kita tahu bahwa Tuhan (dan manusia) sebal terhadap kesombongan, dekat dengan orang yang sombong yang tidak kita suka, tetapi kita sendiri sering tidak sadar bahwa kita memasuki derajat yang sama atau lebih tinggi (sombongnya).

Beberapa ayat akan menolong kita untuk mencari batas di mana kita sedang berada.
  • Ulangan 8:14,18, mengingatkan kembali untuk menyadari bahwa yang kita miliki berasal dari Tuhan.

  • Yeremia 9:23 memberikan peringatan untuk tidak membicarakan keberhasilan kita.

  • Lukas 14:8, membatasi penempatan diri pada posisi yang menonjol.

  • Lukas 20:46, jangan menuntut penghormatan.

  • Roma 12:3, mengajarkan untuk tidak memikirkan diri lebih tinggi dari yang patut dipikirkan.

  • Roma 12:16, jangan merasa diri lebih pandai.

  • II Korintus 10:12, memberikan contoh untuk tidak mengukur dengan ukuran diri sendiri.


Pada suatu situasi lain, mungkin kita sadar bahwa kita perlu berubah, tetapi kok tidak mudah. Ya, tentu saja tidak gampang, kita cuma sebegini, sedangkan Paulus pun mengalami kesulitan dalam usahanya untuk berbenah diri (Roma 7:15).

Amin.

Sumber : http://www.gki.org/old/index.php?option=com_content&task=view&id=43

Kamis, 21 Januari 2010

Aku Membela Engkau…!

Apa yang kita alami, jika ada sahabat dekat kita sedang mengungkapkan isi hatinya, dan berkata: “Sebentar lagi aku akan mengalami kesulitan, bahkan penderitaan! Pasti secara spontan kita mengatakan “Oh, jangan…jangan terjadi dalam hidupmu, atau kamu jangan mengkhayal yang bukan-bukan! Ungkapan spontan itu wajar, karena kita semua tidak menginginkan rekan dekat kita ada dalam kesulitan dan penderitaan. Kita semua merindukan supaya dalam hidup ini mengalami sukacita dan damai sejahtera. Hidup ini lebih enak dijalani dengan rasa senang, bahagia, penuh dengan kegembiraan. Itu hal yang wajar, maka ketika beban pergumulan yang berat itu tiba, pasti tidak senang; demikian juga kalau itu terjadi dengan saudara atau teman dekat kita.


Rupanya hal itu terjadi dalam diri Petrus. Pada saat Tuhan Yesus menceriterakan apa yang akan terjadi dan apa yang sebentar lagi dialami Tuhan Yesus; bahwa Anak Manusia, akan mengalami banyak penderitaan sampai mati di atas kayu salib. Dengan spontan Petrus mencegah hal itu! “Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: "Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau" Mat.16:22. Keberanian yang luar biasa dari seorang murid yang menegur Gurunya. Sepertinya Guru itu salah bicara atau tidak perlu bicara hal-hal yang negatif! Masalah penderitaan apa lagi kematian rasanya tabu untuk dikatakan. Maka dengan cepat Petrus menegur Tuhan Yesus agar tidak meneruskan perkataan itu, bahkan Petrus berdoa untuk Tuhan Yesus agar Allah Bapa tidak melakukan hal itu kepada Tuhan Yesus.

Bagaimana reaksi Tuhan Yesus? Sebaliknya justru Tuhan Yesus menegur dengan keras kepada Petrus, karena Petrus tidak tahu apa yang dikatakannya. Bahkan perkataan itu secara tidak sadar dilatarbelakangi dengan kuasa Iblis. Tuhan Yesus langsung mengusir Iblis yang mencoba menguasai pikiran dan hati Petrus. Tuhan Yesus sudah mengatakan hal itu sampai tiga kali; dan baru yang ketiga Petrus memberikan reaksi yang keras. Tiga kali diberitahukan, dengan tujuan supaya murid-murid-Nya menyiapkan diri dengan baik. Supaya mereka siap melihat dan mengalami bersama apa yang akan terjadi dengan Tuhan Yesus. Karena apa yang terjadi itu merupakan bukti konkrit dari DIA menebus dosa manusia. Kalau Tuhan Yesus tidak menderita bahkan sampai mati di atas kayu salib, maka tidak akan ada penebusan dosa bagi umat manusia. Dan itu berarti pula, tidak ada keselamatan bagi seluruh umat manusia yang berdosa. Kedagingan Petrus ternyata bisa menjadi penghalang pekerjaan Allah terjadi!! Karena kedagingan itu selalu berpusat pada kepentingan dan kepuasan diri sendiri. Marilah kita terus peka terhadap kedagingan kita berjalan dengan Tuhan.

Amin.

Sumber : http://www.glorianet.org/index.php/nathan/71-nathan-sembah-hidup/2004-aku-membela-engkau

Rabu, 20 Januari 2010

Berdoa Satu Jam Membawa Perubahan Besar

“Setelah itu Ia kembali kepada murid-murid-Nya itu dan mendapati mereka sedang tidur. Dan Ia berkata kepada Petrus: “Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku?” Matius 26:40

Kisah dari ayat di atas telah kita ketahui dimana Tuhan Yesus mengajak ketiga muridNya ke Taman Getsemani untuk berdoa. Yesus tahu bahwa Dia akan mengalami penderitaan yang begitu berat di atas kayu salib. Oleh karena itu Dia pergi ke Taman Getsemani untuk berdoa kepada Bapa di sorga. Tetapi ketika Yesus sedang berdoa, ternyata ketiga orang muridNya tertidur. Mereka tidak sanggup bertahan untuk dapat berjaga menyertai Yesus yang sedang berdoa.
Keadaan ini banyak dialami oleh umat Tuhan, dimana ketika mereka kurang disiplin dalam menjalankan kehidupan doa, sehingga banyak umat Tuhan mengalami kekalahan dalam menghadapi berbagai masalah.

Kehidupan doa sangatlah penting bagi kehidupan kita. Ada kuasa yang bekerja melalui doa. Melalui doa, ada sesuatu yang terjadi dalam hidup kita.

 
Apa yang kita dapatkan jika kita berdisiplin dalam berdoa?
  1. Menjadi Kuat
    “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah.” Mat 26:41

    Tuhan Yesus mengingatkan muridNya bahwa manusia mempunyai kelemahan dalam hal kedagingan. Oleh karena itu Dia menyarankan murid-muridNya untuk berjaga-jaga di dalam doa, agar memperoleh kekuatan dalam menghadapi segala kelemahan.

    Di tengah kemajuan teknologi pada saat ini dan banyak kenikmatan yang tersedia, umat Tuhan harus senantiasa berdoa di dalam Tuhan agar dapat kuat dalam menghadapi berbagai cobaan atau godaan yang datang. Keinginan daging akan begitu kuat menguasai hidup kita jika kita tidak membangun kehidupan doa yang kuat. Melalui doa kita akan mendapat kekuatan untuk menolak segala keinginan daging yang ingin menguasai hidup kita. Melalui doa kita akan mendapat kemampuan untuk menjalani hidup yang sesuai dengan Firman Tuhan.

  2. Kemampuan Menjalani Kehendak Bapa
    “Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya: “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” Mat 26:39

    Yesus tahu bahwa penderitaan yang akan dijalani bukanlah penderitaan biasa. Menjalani penyaliban merupakan tugas yang paling berat di atas muka bumi ini. Sebagai manusia, Dia menyadari bahwa Dia sendiri tak kuasa untuk menjalani penderitaan ini. Bahkan Dia meminta kepada Bapa di sorga untuk melalukan semuanya itu jika mungkin. Tetapi Yesus tahu bahwa Bapa di sorga menghendaki agar Dia menjalani semuanya itu. Melalui doa Yesus mendapat kekuatan untuk menjalaninya dengan sempurna.

    Ketika kita menghadapi suatu pergumulan yang sangat berat sekalipun, satu hal yang harus kita lakukan adalah datang padaNya dan sujud berdoa di bawah kakiNya. Tuhan akan memberikan kekuatan yang luar biasa, kekuatan supranatural (yang tidak kelihatan secara kasat mata), sehingga kita akan sanggup melalui/menjalani semua pergumulan yang ada. Bahkan kita akan menjalaninya sampai kita meraih kemenangan sebagaimana Yesus sendiri ditinggikan atas segalanya di muka bumi ini.

    Melalui doa kita akan sanggup melakukan segala kehendak Bapa dalam hidup kita. Segala rencanaNya akan digenapi dalam hidup kita jika kita datang sujud berdoa kepadaNya.

Biarlah kita mulai mendisiplinkan diri kita untuk datang kepadaNya, sujud berdoa kepadaNya hari demi hari, agar kita memperoleh kekuatan dan kemampuan untuk melakukan kehendakNya. Kemenangan, kemuliaan dan kehormatan telah disediakan bagi setiap umatNya yang mau datang merendah di bawah kakiNya.

Haleluya!

Sumber : http://www.pelitahidup.com/2009/11/04/berdoa-satu-jam-membawa-perubahan-besar/

Selasa, 19 Januari 2010

Saat Balasan Mengecewakan

Tetapi jawabnya: "Siapakah yang mengangkat engkau menjadi pemimpin dan hakim atas kami? Apakah engkau bermaksud membunuh aku, sama seperti engkau telah membunuh orang Mesir itu?"
Musa menjadi takut, sebab pikirnya: "Tentulah perkara itu telah ketahuan."


Air susu dibalas air tuba. Pepatah itu menggambarkan orang yang tidak tahu membalas budi. Ia menerima kebaikan, tetapi malah membalasnya dengan kejahatan. Sebuah realitas yang pahit, tetapi banyak terjadi dalam kehidupan kita.

Musa pernah mengalaminya. Beberapa ahli tafsir Perjanjian Lama menduga, orang Ibrani yang memukul temannya (ayat 13) adalah orang yang sama dengan sosok yang pada hari sebelumnya dibela Musa ketika ia dipukuli orang Mesir (ayat 11). Yang kemarin menjadi korban kejahatan, hari ini berbalik menjadi pelaku kejahatan. Ketika Musa menegur karena ia memukul temannya, sesama orang Ibrani, si pemukul itu bukannya insaf, tetapi malah menegur dan mencela Musa (ayat 14). Orang itu bukan hanya tidak tahu berterima kasih, tetapi lebih buruk lagi, ia malah menjadi pelaku tindak kejahatan yang sama dengan apa yang sebelumnya ia alami. Bagaimana kita menyikapi realitas semacam ini? Apakah hal itu dapat kita jadikan alasan untuk menjadi tawar hati, sehingga mengabaikan pentingnya menolong orang yang membutuhkan? Semestinya tidak. Namun, setidaknya kita dapat menyiapkan hati agar tidak selalu menganggap bahwa pertolongan yang kita berikan kepada seseorang otomatis akan membuat orang itu tergerak untuk menjadi penolong bagi sesamanya. Bisa jadi malah sebaliknya!

Bagaimanapun, perbuatan menolong orang lemah, kecil, dan tertindas, mesti tetap jalan terus. Sebab, tugas kita adalah menolong sesama yang memerlukan bantuan, bukan mengubah karakter mereka. Dengan begitu, kita akan menolong sesama tanpa pamrih.

JANGANLAH HATI ORANG BAIK MUDAH PATAH
KARENA KEDEGILAN ORANG JAHAT


Sumber : http://www.renunganharian.net/utama.php?tanggalnya=2010-01-19

Senin, 18 Januari 2010

4 Kunci Sukses Berkeluarga

Sebab sama seperti perempuan berasal dari laki-laki, demikian pula laki-laki dilahirkan oleh perempuan; dan segala sesuatu berasal dari Allah.

Kenapa kita ingin menikah? Jawaban atas pertanyaan ini bisa amat beragam. Antara lain:

  • “Saya ingin berbagi kehidupan dengan orang yang saya cintai dan mencintai saya.”

  • “Saya ingin mendapatkan sesuatu yang dulu tidak pernah saya dapatkan dari keluarga saya.”

  • “Saya tidak ingin kesepian.”

  • “Saya tidak ingin menjalani kehidupan ini seorang diri.”

  • “Saya ingin ada yang merawat dan menemani kalau saya tua nanti.”

Saudara, jawaban-jawaban tersebut terdengar sangat logis dan tidak salah.
Dengan menikah kita memang bisa mendapat berbagai hal seperti yang disebutkan oleh berbagai jawaban itu: tempat berbagi, teman seiring dalam hidup, orang yang akan menjaga dan merawat kita.

Akan tetapi tidak semua jawaban-jawaban itu tepat dan lengkap. Jawaban-jawaban itu menyiratkan egoisme dan egosentrisme, hanya berfokus pada kepentingan diri sendiri, harapan dan keinginan pribadi serta apa yang ingin kita dapatkan.
Padahal, dalam sebuah pernikahan tidak selalu berisi apa yang bisa kita dapatkan dari pasangan kita. Pernikahan juga berisi apa yang bisa kita berikan kepada pasangan kita.


Saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
PERNIKAHAN YANG HANYA BERFOKUS PADA APA YANG INGIN KITA DAPATKAN, AKAN MENJADI SEBUAH PERNIKAHAN YANG PENUH TUNTUTAN.
TIDAK SEIMBANG. TIDAK FAIR.
HANYA AKAN MELAHIRKAN SEBUAH PERNIKAHAN YANG RAPUH DAN KEROPOS.


Ibu Theresa pernah berkata, “Bagikan kasih ke mana saja Anda pergi; pertama di rumah Anda sendiri.
Bagaimana hari-hari kehidupan kita jika kita tidak hidup di dalam kasih? Mungkin Anda dan saya perlu merenungkan hal berikut ini:

  • Sunday (Minggu) menjadi Sadday (hari penuh kesedihan)

  • Monday (Senin) menjadi Moanday (hari penuh keluhan/rintihan)

  • Tuesday (Selasa) menjadi Tearsday (Hari penuh air mata)

  • Wednesday (Rabu) menjadi Wasterday (Hari yang penuh kesia-siaan)

  • Thursday (Kamis) menjadi Thirstday (hari haus akan cinta)

  • Friday (Jumat) menjadi Fightday (Hari perkelahian)

  • Saturday (Sabtu) menjadi Shatterday (Hari penuh kehancuran hati)

Dari bacaan kita, I Korintus 11:11–12 kita dapat melihat beberapa pokok penting yang perlu kita pahami dalam kaitannya dengan hidup pernikahan dan membangun sebuah keluarga.
Pernikahan adalah relasi dua arah dan seimbang.
Kedudukan suami tidak lebih tinggi daripada istri. Begitu juga kedudukan istri tidak lebih tinggi daripada suami.
Yang satu tidak lengkap tanpa yang lain.

Saudara yang terkasih,
Dari bacaan kita setidaknya ada 4 hal yang dapat kita lihat dan kembangkan sebagai kunci sukses dalam membangun sebuah pernikahan.

  1. Pernikahan harus dilihat sebagai sebuah komitmen pada sebuah hubungan yang permanent.
    Yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya adalah komitmen. Hidup pernikahan dibangun di atas serangkaian komitmen antara suami dan istri. Komitmen untuk saling mengasihi, saling menghargai, saling mengingatkan, saling mendoakan dan komitmen untuk menjalani kehidupan pernikahan sampai maut memisahkan. Oleh sebab itu, Yesus pernah berkata, “Apa yang telah dipersatukan oleh Allah jangan dipisahkan oleh manusia.”
    Komitmen untuk mengasihi dan mencintai harus menjadi dasar hidup pernikahan.
    Komitmen menjadikan rumah tangga kita semakin hari semakin kokoh dan semakin terasa menyenangkan.


  2. Pernikahan harus dilihat sebagai sebuah panggilan untuk melayani dengan penuh kesetiaan.
    Pernikahan adalah sebuah panggilan bagi masing-masing, suami dan istri, untuk melakukan yang terbaik bagi pasangannya. Alangkah indahnya sebuah rumah tangga yang di dalamnya satu sama lainnya terdorong untuk saling melayani dan saling memberi.


  3. Pernikahan harus dilihat sebagai sebuah proses pemurnian.
    Pernikahn adalah sebuah perpaduan dua pribadi, di mana masing-masing pribadi, suami dan istri, dengan kesadaran penuh memberikan sebagian ruang dalam hidupnya bagi pasangannya. Sehingga tidak ada lagi aku atau kamu. Yang ada adalah kita. Bukan kepentinganmu atau kepentinganku, yang ada adalah kepentingan kita bersama.


  4. Pernikahan harus dilihat sebagai sebuah anugerah.
    Tidak ada orang yang tidak senang menerima hadiah. Hadiah akan selalu disambut dengan sukacita dan rasa syukur sesederhana apa pun bentuknya.
    Dengan memandang pernikahan sebagai sebuah hadiah, kita akan menjalaninya dengan penuh sukacita dan penuh rasa syukur, bukan sebagai beban apalagi sebagai penjara.


Saudara yang terkasih,
Pertunangan adalah suatu masa yang lebih mendalam dari sekedar berpacaran.
Dalam masa itu, keduanya sudah tiba pada tahap perencanaan yang lebih matang untuk membentuk dan memasuki kehidupan berkeluarga.
Memang, tidak semua orang mempunyai pandangan yang sama mengenai makna sebuah pertunangan. Ada yang menganggap pertunangan itu sama resminya dengan perkawinan sehingga tidak boleh diputuskan.
Ada juga yang menganggap bahwa pertunangan adalah tahap yang lebih serius bagi pasangan tersebut untuk menentukan apakah keduanya benar-benar memutuskan untuk menikah atau tidak. Oleh sebab itu, dalam pertunangan pemutusan hubungan masih dimungkinkan.

Tetapi apa pun juga pendapat orang, pertunagan tetap tidak sama dengan perkawinan.
Karena itu, masih ada batas-batas yang tidak boleh dilakukan oleh pasangan yang bertunangan tersebut seperti layaknya seorang suami-istri.
Oleh sebab itu, masa pertunangan sangat baik apabila diisi dengan pengenalan yang lebih jauh terhadap pasangannya.
Setiap pribadi harus dengan penuh hormat menjaga kesucian pasangannya. Selain itu, mereka ini harus mulai membersamakan visi kehidupan keluarga yang akan mereka bentuk nantinya.

Masa pertunangan yang berhasil dan menjadi berkat bagi seluruh anggota keluarga ialah apabila pasangan yang bertunangan ini menjadikan masa pertunangan mereka sebagai masa dimana mereka mempersiapkan diri membentuk sebuah keluarga yang dilandasi oleh sebuah komitmen untuk hubungan yang permanen, panggilan untuk melayani dengan penuh kesetiaan, sebagai sebuah proses pemurnian dan sebagai sebuah anugerah dari Tuhan untuk kalian.
Jika demikian, niscaya keluarga yang sedang kalian persiapkan untuk dibentuk dalam masa pertunangan ini akan menjadi sebuah keluarga yang penuh damai sejahtera. Keluarga yang akan mematangkan kepribadian dan rohani kalian.
Tuhan memberkati.

Amin.

Sumber : http://gkikebonjati.org/index.php?option=com_content&view=article&id=55:4-kunci-sukses-berkeluarga&catid=38:keluarga&Itemid=74

Rabu, 13 Januari 2010

Hai Pemuda... Lakukanlah Tugas Panggianmu..!!!

“Kehidupan yang tidak memberikan pengaruh positif bagi kehidupan orang lain adalah kehidupan yang tidak layak untuk dijalani.”

Kata-kata bijak ini hendak mengajak dan mendorong kita untuk mempunyai hidup dan kehidupan yang berarti bagi sesama. Sebuah kehidupan yang di dalamnya terpancar suatu kerinduan, tekad dan kerja keras untuk melaksanakan panggilan rohaninya agar memberikan sesuatu yang positi bagi kehidupan bersama.

Dalam II Timotius 4:16, Paulus menasihatkan dan mendorong Timotius, yang berusia muda saat itu, agar memperlihatkan suatu pola hidup yang berkualitas sehingga tidak ada seorangpun menganggap ia rendah karena ia muda.

Paulus dalam Roma 12:2, menyatakan agar kita jangan serupa dengan dunia ini; tetapi kita diutus oleh Kristus ke dalam dunia untuk menjadi saksiNya yang hidup. Oleh sebab itu, sebagai pemuda-pemudi Kristen, kita tidak memisahkan diri dari dunia tetapi mengikutsertakan diri dalam usaha Allah untuk mendatangkan Syalom, damai sejahtera. Lingkungan kehidupan kita senantiasa berubah. Perubahan itu memberikan tantangan pelayanan dan kesaksian yang baru kepada kita.

Ruang lingkup tugas panggilan pemuda Kristen dapat digambarkan sebagai berikut:

  1. Tugas panggilan yang berhubungan dengan Tuhan, misalnya:

    • Penyerahan dan persembahan diri

    • Komitmen pelayanan

    • Pertumbuhan rohani

    • Menjaga dengan baik kualitas hubungan pribadinya dengan Tuhan


  2. Yang berhubungan dengan gereja:

    • Mengembangkan rasa memiliki dan kebanggaan yang positif terhadap gerejanya

    • Partisipasi dalam kegiatan jemaat

    • Menjadi batu hidup bagi pertumbuhan gereja


  3. Yang berhubungan dengan dirinya sendiri:

    • Pengembangan diri

    • Pengembangan talenta

    • Penghargaan terhadap hidup

    • Gambaran diri yang sehat

    • Menjaga kesehatan jiwa dan pikiran


  4. Yang berhubungan dengan kerja/karir:

    • Pemahaman tentang kerja: Kerja bukan kutuk, tetapi bagian hidup manusia

    • Kejujuran, keteladanan, prestasi kerja


  5. Yang berhubungan dengan keluarga:

    • Turut menciptakan suasana rumah yang nyaman bagi setiap anggota keluarga

    • Berperan seperti embun yang menyegarkan dan menyehatkan kehidupan setiap anggota keluarga

    • Berperan sebagai minyak yang menguduskan dan menuntun setiap anggota keluarga bertumbuh dalam kekudusan di hadapan Tuhan


  6. Yang berhubungan dengan sesama manusia:

    • Pandangan positif pada sesama

    • Mengembangkan empati dan simpati kepada orang lain

    • Melihat sesama sebagai manusia yang juga dicintai oleh Tuhan

    • Mengambangkan kasih dan murah hati terhadap sesama


Dengan demikian, panggilan hidup pemuda tidak terbatas pada hal-hal yang sifatnya rohani. Tetapi juga yang menyangkut aspek hubungannya dengan sesama dan dirinya sendiri. Keseimbangan hidup panggilan itu melahirkan suatu pribadi yang kuat. Pribadi yang tangguh. Pribadi yang siap memberikan hidupnya sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan bagi Tuhan.

Yesus berkata, “Kamu adalah garam dan terang dunia” (Mat.5:13). Orang Kristen, termasuk orang muda di dalamnya, harus asin. Ia harus berbeda dengan dunia. Kalau ia menjadi tawar (sama dengan dunia), ia tidak berguna. Tetapi garam tidak berguna juga kalau tidak dikeluarkan dari lemari. Garam perlu dicampur dengan makanan. Begitu juga orang Kristen, tidak berguna kalau ia tidak mau berhubungan dan membangun suasana kehidupan yang lebih baik dengan sesamanya. Biarlah segala sesuatu yang kita lakukan dengan perkataan atau perbuatan itu semua kiranya mendatangkan kemuliaan bagi nama Tuhan.

Kunci keberhasilan agar kita dapat menjalankan tugas panggilan tersebut adalah Spiritualitas dan Integritas.

Apakah yang dimaksudkan dengan spiritualitas?
Spiritualitas adalah kehalusan perasaan tentang Allah yang berbuah kualitas kehidupan yang sebagaimana diperlihatkan oleh Yesus. Kualitas hidup itu terwujud dalam hubungannya yang agung dengan Allah, hubungannya yang luhur dengan sesama dan hubungannya yang mulia dengan dirinya sendiri. “Bagiku tidak ada yang lebih menggembirakan selain bertemu dengan Allah lalu sesudah itu memantulkan cahaya wajahNya kepada orang lain” demikian kata Beethoven. Sikap kita terhadap diri sendiri, sesama dan Tuhan mencerminkan kualitas spiritualitas yang ada dalam diri kita.

Sedangkan integritas memperlihatkan menyatunya antara tindakan dengan perkataan, menyatunya perbuatan dengan apa yang menjadi dasar keyakinan imannya. Dengan demikian, maka kita dapat memperlihatkan peran dan tugas panggilan kita dengan baik. Kita dapat memberikan dampak yang positif bagi sesama dalam hidup dan kehidupan kita. Hasilnya, hidup dan kehidupan kita menjadi bermakna.

Setiap pemuda Kristen harus dapat memperlihatkan sikap hidup yang memberi dampak positif bagi kehidupan sesamanya. Sebagai dampak perjumpaannya dengan Tuhan. Itu tugas panggilannya. Susunan inisial yang berbunyi “POWER” ini setidaknya akan membantu kita untuk mengingat apa saja yang perlu diperhatikan agar kita mengalami pertumbuhan rohani. Sehingga dapat menunjukkan dan melaksanakan tugas panggilannya.

P : Pray (berdoa). Orang Kristen yang mau bertumbuh dan rindu untuk menjalani kehidupan Kristennya dengan baik, pasti selalu berkomunikasi dengan Allah melalui doa. Dalam doanya itu ia mengungkapkan ucapan syukurnya, mengakui dosa-dosanya dan juga menyampaikan permohonannya, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Allah berjanji untuk selalu dekat dengan semua orang yang datang kepadaNya dalam doa (Mazmur 145:18).

O : Obey (Ketaatan). Dalam Yohanes 14:15, 21, 23 Yesus berkata bahwa ketaatan kita adalah tanda kasih kita kepadaNya. Tetapi kita tidak akan mampu melakukannya dengan kekuatan sendiri. Itulah salah satu alasan mengapa Dia memberikan Roh Kudus kepada kita (ayat 16, 17). Saat kita berserah kepadaNya, Roh Allah memberi kita kekuatan untuk berjalan bersamaNya di dalam ketaatan.

W : Worship (Ibadah). Sebagai pribadi, ia harus beribadah kepada Tuhan dalam pikiran, perbuatan, doa-doanya dan lain sebagainya (Roma 12:1-2). Dalam kehidupan berjemaat, ia mempersembahkan pujian kepada Allah bersama umat Allah yang lainnya (Mazmur 111: 1; Ibrani 10: 24-25).

E : Evangelize (Bersaksi). Kabar baik tentang Yesus Kristus harus dibagikan kepada orang lain melalui kesaksian hidup kita sehari-hari.

R: Read, membaca (dalam hal ini membaca Alkitab). Salah satu sumber pertumbuhan rohani yang mempengaruhi kita secara langsung ialah Alkitab. Kita harus membaca Alkitab kita secara teratur karena Firman Allah adalah susu sekaligus makanan keras rohani yang akan menumbuhkan kerohanian kita ( II Timotius 3:16; I Petrus 2:2; Ibrani 5:12–14). Alkitab memberitahu kita bagaimana kita harus hidup (Mazmur 119:105).

“Seseorang yang menyebut dirinya Kristen belum tentu seorang murid Kristus.Tetapi seorang murid Kristus pastilah ia seorang Kristen.” (Pdt. Jotje Hanri Karuh)

Amin.

Sumber : http://gkikebonjati.org/index.php?option=com_content&view=article&id=63:hai-pemuda-lakukanlah-tugas-panggianmu&catid=40:pemuda-a-remaja&Itemid=75

Selasa, 12 Januari 2010

Arti Menjadi Murid Kristus

"Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka.” (Matius 8: 22)

Saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Pada saat ini saya ingin mengajak saudara semua untuk melihat satu per satu syair dari sebuah lagu yang terdapat dalam NKB No. 181, “Tuhan ambil hidupku.”

“Tuhan ambil hidupku dan kuduskan bagimu. Pun waktuku pakailah memujimu slamanya.”
Bait pertama lagu ini mengalir dalam hati Frances R. Havengal, pencipta lagu ini, pada tahun 1874. Frances ini anak seorang Pendeta. Ia seorang anak yang sangat pintar dan juga penyanyi wanita yang sangat berbakat. Namun semua kepintarannya, semua talentanya, seluruh hidupnya, ia serahkan untuk Tuhan.

Dalam bait ke-3 lagunya ini sangat jelas bahwa ia menyatakan tekadnya untuk menguduskan kemampuannya bagi Tuhan. Ia berkata, “Buatlah suaraku hanya mengagungkanMu dan sertakan lidahku jadi saksi injilMu.”

Sebagai seorang penyanyi yang berbakat, sebenarnya ia dapat meraih kemasyuran dan kekayaan. Namun Frances tidak mau hidupnya diperbudak oleh itu semua. Baginya, Tuhan lebih berhak atas seluruh kehidupan dan karirnya.

Saudara, Frances juga sadar bahwa yang ia miliki semuanya harus menjadi alat bagi kemuliaan nama Tuhan di bumi ini. Sebab itu, ia melanjutkan syair lagunya demikian:
“Harta kekayaanku jadi alat bagiMu. Akal budi dan kerja, Tuhan pergunakanlah!”

Ada satu kisah mengenai bait ini. Setelah Frances meninggal, lagunya sering dinyanyikan di gereja-gereja. Di suatu gereja, tidak disebutkan namanya, bait ke-4 ini sering dilewatkan, tidak dinyanyikan. Pada suatu hari, ada seorang anggota jemaat yang protes: “Kenapa warga jemaat dalam kebaktian, Vokal Group dan Paduan Suara tidak mau menyanyikan bait ini. Semestinya kita yang sudah menerima berkat Tuhan juga memberikan berkat Tuhan itu untuk kemuliaan namaNya. Orang sepertinya hanya mau menerima saja, tetapi kalau memberi nanti dulu. Sifat seperti ini tidak ada dalam diri Frances.”

Saudara, apa yang dinyatakan dan dilakukan oleh Frances ini semuanya digerakkan oleh satu dasar atau motivasi saja sebagaimana yang terdapat pada bait ke-5 dan ke-6:
“KehendakMu sajalah dalam aku terjelma. Jadikanlah hatiku tahta kebesaranMu.”
“Limpah ruah kasihku kuserahkan padaMu. Diriku seutuhnya mulikMu selamanya.”
Dari syair-syair lagu ini terlihat dasar Frances dalam berbuat yaitu ia ingin hatinya menjadi tahta kebesaran Tuhan dan pengakuan bahwa dirinya seutuhnya adalah milik Tuhan.


Saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Bukankah hal yang seperti ini yang ingin Yesus katakan kepada mereka yang mau mengikut Dia dalam Matius 8:18-22. Menjadi pengikut Yesus berarti harus menyerahkan seluruh hidup dan segala yang dimiliki untuk kebesaran dan kemuliaan nama Tuhan. Mengikut Tuhan berarti kita harus berada di atas segala kemampuan dan apapun yang kita miliki.

Jangan kita menjadi budak dari pekerjaan dan materi yang kita miliki. Melainkan sebaliknya, pekerjaan, kemampuan/telenta dan harta benda yang kita miliki kita pergunkan untuk hidup dalam mengikut Tuhan.

Di zaman sekarang ini, rasanya penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan dengan segenap talenta dan yang harta benda yang kita miliki menjadi sesuatu yang sangat langka. Ada banyak orang yang diperbudak oleh harta bendanya. Sehingga menjadi materialistis dan serakah. Orang lebih suka menerima daripada memberi. Orang lebih suka menikmati daripada membagi apa yang dimiliki untuk kepentingan bersama. Orang umumnya tidak suka menghubungkan kerja dengan imannya. Orang lebih suka mementingkan diri sendiri dan ingin kenikmatan, tidak peduli entah bagaimana cara mendapatkannya.

Kemurahan, berkat dan kasih karunia Tuhan telah kita terima dan setiap saat akan kita terima. Nah, bagaimana tanggapan saudara? Cara kita menanggapi panggilan Tuhan memperlihatkan apakah kita sungguh-sungguh murid Yesus! Apabila kita berpandangan dan berbuat seperti yang dilakukan oleh Frances Harvengal, maka kita ini termasuk orang-orang yang sungguh-sungguh murid Kristus.

Bagaimana dengan diri kita sekarang ini? Apakah kerinduan dan tekad yang ada dalam diri Frances Haverngal itu ada dalam diri kita dalam mengikut Yesus? Mari kita renungkan!

Amin.

Sumber : http://gkikebonjati.org/index.php?option=com_content&view=article&id=53:arti-menjadi-murid-kristus&catid=41:renungan&Itemid=76

Senin, 11 Januari 2010

Yesus Gembala Yang Baik

Yeh. 34:11–16; Yoh. 10:7-16

“Akulah Gembala yang baik dan Aku mengenal domba-dombaKu dan domaba-dombaKu mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawaKu bagi domba-dombaKu.” (Yohanes 10:14)


Saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus, ada dua macam pemimpin dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:

  1. Pemimpin yang mengarahkan yang dipimpinnya untuk mencapai atau memenuhi ambisi pribadi atau golongannya dengan memanfaatkan atau mengorbankan orang lain.

  2. Pemimpin yang mengarahkan yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan tertentu bukan untuk kepentingan sendiri atau golongannya sendiri tetapi juga untuk kesejahteraan orang banyak atau orang yang dipimpinnya.


Yehezkiel 34:11-16 memperlihatkan kepada kita bagaimana Allah kecewa terhadap pemimpin Israel yang hanya memikirkan ambisi pribadi, mengutamakan keselamatan sendiri dan membiarkan umat menjadi korban keganasan, kebuasan dan keserakahan mereka sendiri.

Mereka bermegah dalam kemampuannya dan kedudukannya sebagai pemimpin, menjanjikan segala perlindungan dan kesejahteraan. Tetapi bila sampai pada waktunya, mereka lupa pada orang-orang yang dipimpinnya dan menikmati sendiri hasilnya. Sehingga umat Israel tercerai-berai dalam arti tidak terlindungi, tidak terpelihara dan tidak tercukupi kebutuhannya. Oleh sebab itu, Allah berjanji bahwa suatu saat nanti Ia akan mencari dan mengumpulkan kembali umat Allah yang tercerai-berai akibat perbuatan para pemimpin Israel yang tidak dapat dipercaya itu.

Saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Dalam Yohanes 10:7-16 dinyatakan bahwa gambaran tentang Allah sebagai gembala/pemimpin hidup yang baik bagi manusia itu telah nampak dalam diri Yesus. Yohanes dalam injilnya ini menyatakan bahwa Yesus adalah gembala yang baik. Sebagai gembala yang baik Yesus tidak sama dengan para pemimpin umat Israel saat itu. Dan sebagai gembala yang baik, Yesus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Yesus mengenal domba-dombaNya (Yoh.10:14)
    Yesus mengenal kita satu persatu. Ia tahu siapa kita. Ia tahu kelemahan dan kelebihan kita. Ia mengenal kita jauh melebihi pengenalan kita sendiri akan diri sendiri. Ia mengenal kita karena kita berharga dimataNya. Ia mengenal kita karena Ia sungguh-sungguh mengasihi kita.
    Saudara, bukankah ini sesuatu yang sangat luar biasa buat kita. Bayangkan apa pengaruhnya bagi doa-doa kita. Karena Allah mengenal kita maka kita tidak perlu ragu dalam berdoa. Sebab Ia mengenal kita dan mengetahui dengan pasti apa yang menjadi kebutuhan kita. Dalam pekerjaan, kita juga termotivasi sebab kita tahu bahwa Allah memberi potensi khusus bagi kita untuk kita kembangkan. Dalam kehidupan berumah tangga kita juga akan lebih rukun dan sejahtera. Sebab kita tahu ada Allah yang juga mengenal keluarga kita dengan segala suka dan dukanya.


  2. Yesus memelihara kita
    Salah satu ucapan Yesus yang memberikan janji pemeliharaan bagi kita dapat kita baca dalam Lukas 12:22-24, “…janganlah kamu kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak makan dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu akan apa yang hendak kamu pakai…betapa jauhnya kamu melebihi burung-burung itu.” Bahkan dalam kitab Ratapan 3:22-23 dikatakan, “Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmatNya; selalu baru setiap pagi…” Setiap kita bangun pagi, berkat Allah sudah berlaku dan tersedia bagi kita. Oleh sebab itu, keliru kalau ada orang yang berkata bahwa ia tidak pernah diberkati Tuhan.


  3. Memberikan teladan (Yoh.10:4)
    Gambaran gembala di Palestina tidak sama dengan gambaran gembala di negeri kita. Seorang gembala di Palestina berjalan di depan dan domba-domba mengikuti kemanapun gembala itu pergi. Seorang gembala benar-benar dijadikan panutan, teladan oleh domba-dombanya. Demikian juga halnya dengan Yesus. Yesus memberikan teladan kepada para murid, dan kepada kita juga, bagaimana bersikap dan bertindak yang sesuai dengan kebenaran firman Tuhan.


  4. Yesus adalah seorang gembala yang bersikap terbuka terhadap kepelbagaian (Yoh.10:16)
    Sebagai Gembala, Yesus mempunyai wawasan yang luas. Ia bukanlah pemimpin yang berpola pikir sempit dan picik.

Saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Yohanes lebih lanjut mengatakan bahwa setiap orang yang menerima Yesus sebagai gembala hidupnya akan memperoleh hidup yang berkelimpahan (Yoh.10:10). Apa yang dimaksudkan dengan hidup dalam berkelimpahan dalam ayat ini? Banyak kesalahpahaman terjadi dalam memahami ucapan Yesus ini. Hidup berkelimpahan dalam ini sering dipahami berkelimpahan dalam materi, harta benda, kesuksesan, bebas dari sakit-penyakit dan lain sebagainya.

Saudara, hidup berkelimpahan yang dimaksudkan oleh Yesus dalam ayat ini adalah suatu kehidupan yang di dalamnya seseorang sungguh-sungguh menyadari siapa dirinya di hadapan Allah, serta tahu bagaimana mengisi kehidupannya agar berarti bagi dirinya sendiri, keluarganya dan juga bagi sesamanya manusia.

Saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Apa yang harus kita lakukan agar kita dapat merasakan pimpinan Allah dan kita mempunyai hidup yang berkelimpahan?

  1. Mendengar dan mengenal suara Allah.
    Seperti Allah mengenal kita maka kita pun harus mengenal suara Allah agar kita dapat merasakan pimpinanNya (Yoh.10:14). Dengan cara apa kita dapat mendengar dan mengenal suara Allah? Ya, tentu saja dengan membca dan merenungkan Firman Tuhan. Apakah kita menyediakan waktu khusus pada setiap harinya untuk membaca dan merenungkan Firman Tuhan.
    Mengapa kita harus menyediakan waktu untuk membaca dan merenungkan Firman Tuhan? Mazmur 19:8 – 9 memberikan jawabnya, yaitu karena “Taurat Tuhan itu sempurna menyegarkan jiwa, peraturan Tuhan itu teguh memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman. Titah Tuhan itu tepat menyukakan hati; perintah Tuhan itu murni membuat mata bercahaya.”


  2. Bertindak benar dalam pimpinanNya.
    Sebagaimana Yesus yang selalu bertindak benar dan menjadi teladan bagi para dombaNya, maka kita pun harus berusaha bertindak benar dalam setiap tindakan kita. Bertindak benar bukan menurut pikiran kita sendiri, melainkan benar menurut contoh teladan Yesus sendiri. Apa kriterianya kalau yang kita lakukan itu adalah sebuah kebenaran? Yesaya 32:17 memberikan jawabnya, yaitu “Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketentraman untuk selama-lamanya.”


  3. Bersikap terbuka dan menghargai terhadap kepelbagaian yang ada di tengah masyarakat kita.
    Kepelbagaian yang ada jangan dilihat sebagai ancaman tetapi justru harus dilihat sebagai hal yang memperkaya kehidupan kita. Jangan kita terjebak dalam fanatisme yang sempit dan keliru. Tetapi biarlah kita bersikap seperti Yesus yang memandang semua orang sebagai sesama manusia tanpa membedakan golongan, status sosial atau pun agamanya.

Saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Yesus adalah gembala yang baik. Siapa yang mau mengikutiNya akan mempunyai hidup yang berkelimpahan. Dalam hidup kita setiap hari, sudahkah kita menunjukkan bahwa kita menjadikan Yesus sebagai gembala kita, Yesus adalah teladan kita. Apabila kita memang menjadikan Yesus sebagai gembala kita maka kita harus mengenal suara Allah, bertindak benar dan bersikap terbuka terhadap kepelbagaian. Bagaimana dengan kita?!

Amin.

Sumber : http://gkikebonjati.org/index.php?option=com_content&view=article&id=60:yesus-gembala-yang-baik&catid=41:renungan&Itemid=76

Minggu, 10 Januari 2010

Listening VS Hearing

Berkomunikasi, berbicara, bertukar pikiran dengan orang lain; merupakan bagian hidup yang penting dari seorang manusia.
Sejak awal penciptaan, manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial. Artinya, dalam hidup kita membutuhkan kehadiran orang lain.
Kita tidak bisa hidup sendirian. Hidup kita akan kosong dan tidak bermakna tanpa interaksi dengan sesama.

Ada hal yang menarik dari kisah Markus 7:31-37. Untuk menyembuhkan orang yang bisu dan tuli, Yesus terlebih dahulu menyembuhkan telinga orang tersebut. Mengapa telinga yang pertama kali disembuhkan oleh Yesus dan bukan lidahnya? Sebab dalam proses belajar yang normal, orang pertama kali belajar melalui telinganya, baru setelah itu ia dapat belajar dan mengucapkan kata-kata.

Apabila seorang anak mengalami kesulitan dalam berbicara, maka seringkali yang diperiksa pertama kali ialah telinganya. Ketika telinga tidak berfungsi dengan baik, maka mulut pun tidak akan dapat berbicara dengan baik. Oleh sebab itulah, Yesus pertama-tama menyembuhkan telinga orang itu. Dalam ayat 35 dikatakan, “terbukalah telinga orang itu...maka ia dapat berkata-kata dengan baik.” Ketika telinga kita mampu mendengar dengan baik, maka kita dapat berbicara dengan baik juga. Karena itu juga dalam Yakobus 1: 19 dikatakan, “setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar tetapi lambat untuk berkata-kata.”

Apa yang diperlihatkan oleh Yesus dan dikatakan oleh Yakobus merupakan prinsip yang sangat tepat dalam menjalin relasi yang baik dengan siapa pun. Apabila kita lebih suka berbicara dan berbicara, tetapi kurang mau mendengar terlebih dahulu apa yang orang lain katakan hanya akan mengakibatkan:

  1. Timbulnya salah pengertian/salah paham

  2. Ucapan kita melukai perasan orang lain

  3. Ucapan kita mematahkan semangat hidup/kerja orang lain

  4. Ucapan kita tidak didasari oleh fakta yang benar dan tepat. Sehingga kita menjadi biang gosip.


Tetapi sebaliknya, betapa banyaknya persahabatan yang bisa bertahan dan berjalan langgeng karena kita mau mendengar; betapa banyak pasangan suami-istri yang dapat menikmati kerukunan dan kebahagiaan karena semua yang terlibat mau mendengarkan yang lain; dan betapa banyak orang yang tertolong masalahnya dan menemukan jalan keluarnya atau terbangkitkan semangat hidupnya atau gairah kehidupan berimannya; apabila kita mendengarkan dengan baik ceritanya.

Persoalannya ialah bagaimana kita dapat menjadi pendengar yang baik? Dalam bahasa Inggris ada dua kata yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia mempunyai arti yang sama, yaitu mendengar atau mendengarkan. Meskipun demikian, dalam bahasa Inggris kedua kata itu mempunyai perbedaan makna yang besar.

Listening:

  • Menyimak percakapan yang berlangsung atau suara yang didengarnya

  • Fokus pada percakapan yang dilakukan

  • Konsentrasi penuh

  • Mengikuti dan menikmati proses komunikasi yang tengah berlangsung

  • Biasanya memberikan dampak positif bagi kehidupan bersama, khususnya bagi dirinya sendiri. Karena ia diperkaya ilmu pengetahuannya, batinnya atau rohaninya.


Hearing:

  • Sekedar mendengar tetapi tidak menyimak percakapan yang berlangsung atau suara yang didengarnya

  • Tidak fokus pada percakapan yang dilakukan

  • Tidak dapat menangkap inti percakapan dan memberikan umpan balik yang tepat

  • Tidak memberi dampak yang positif; bahkan dapat berdampak yang sebaliknya. Sehingga menimbulkan antipati dari lawan bicara kepada kita


Dari penjelasan tersebut, mana yang menjadi pilihan kita dalam berkomunikasi dengan orang lain? Tentu saja mendengar dalam pengertian ‘listening’ tersebut. Untuk dapat menjadi pendengar (listening) yang baik memang tidak mudah. Hal apa saja yang kita perlukan agar dapat mendengar (listening) yang baik?

  1. Kedewasaan kepribadian

  2. Kedewasaan berpikir

  3. Kedewasaan rohani

Sebab hanya mereka yang dewasa dalam ketiga hal tersebut yang mampu menghargai orang lain; walaupun pendapatnya berbeda dengannya; dan di dalam perbedaan itu terjadi proses dialog untuk membersamakan pikiran dan memperkaya wawasan berpikir masing-masing. Hanya mereka yang memiliki kedewasaan seperti itu yang mempunyai kerendahan hati dan bersikap simpatik dalam berkomunikasi. Hanya mereka yang memiliki kedewasaan seperti itu yang dapat mengendalikan dirinya dan menahan emosi yang merusak percakapan.

Anda ingin berhasil dalam hidup. Salah satu keterampilan yang anda butuhkan ialah keterampilan dalam mendengarkan. Mendengar dalam pengertian ‘listening’ tentunya dan bukan hanya sekedar mendengar tanpa makna, ‘hearing’.

Amin.

Sumber : http://gkikebonjati.org/index.php?option=com_content&view=article&id=64:listening-vs-hearing&catid=44:pengembangan-diri&Itemid=80

Sabtu, 09 Januari 2010

Shalom

Ia memberikan tuntunan-Nya kepada kita dalam menjalani kehidupan kita di muka bumi ini.

Ia memberikan kekuatan dalam kelemahan, penghiburan dalam kesesakan, pengharapan dalam keputusasaan, teguran dalam kebersalahan, sukacita dalam kebahagiaan, damai sejahtera dalam kegelisahan kita.

Ada begitu banyak berkat yang Ia sediakan dan karuniakan melalui kehidupan sehari-hari. Berkat-berkat ini tentunya TIDAK dimaksudkan hanya untuk kepentingan pribadi kita saja, tetapi Ia juga rindu supaya kita membagikan berkat-berkat tersebut kepada saudara seiman kita, sehingga kita dapat bertumbuh dan saling membangun di dalam kasih-Nya.

Salam damai.