Jumat, 26 Maret 2010

Choky Sitohang: "Saya Ini Hanya Alat Tuhan"

Bagi kebanyakan orang, kesuksesan adalah perpaduan antara bakat dan kerja keras. Namun bagi Choky Sitohang, sukses adalah bagaimana seseorang mampu memenuhi tujuan yang telah Allah tetapkan dalam hidupnya. Dan, ia telah melakukannya.


Pemirsa setia televisi di negeri ini tentu tidak asing dengan pria ini. Wajah tampannya kerap muncul di layar kaca. Ya, bisa dibilang lelaki yang selalu terlihat elegan tersebut adalah presenter terpopuler saat ini. Tak hanya bermodal fisik, pria bertinggi 175 cm dan berat 73 kg ini memang sangat smart membawakan acara. Semua yang ia dapatkan sekarang adalah buah perjuangannya selama 8 tahun.

Impian Masa Kecil
Menjadi presenter adalah impian yang dipendam Choky sejak remaja. Dan itu bukanlah hal yang berlebihan. Sejak usia 4 tahun, Choky sudah menunjukkan bakatnya itu. Ia mampu memesona orang-orang dengan selera humornya. Beranjak remaja, Choky sangat senang memperhatikan para presenter andal di televisi. Tantowi Yahya, Ferdy Hasan, Indy Barends, Tamara Geraldine adalah mentor virtualnya.

Anak pasangan Poltak Sitohang(alm.) dan Diana Br.Napitupulu itu lalu fokus mengejar impiannya. Ia memulai dari lingkup terkecil, yaitu radio. Usia 17 tahun, ia menjadi DJ di Radio Oz Bandung. Di situ, pria Batak yang tumbuh dan besar di Bandung itu mempertajam kemampuannya memandu acara.

Hingga suatu hari di tahun 2002, sang mama melihat di surat kabar, stasiun televisi Lativi membuka lowongan presenter. Choky pun mengadu keberuntungannya. Proses seleksi sebanyak 6 tahap, dilaluinya dengan sempurna. Meski awalnya Choky sempat merasa kelelahan. “Saya gunakan tabungan sendiri untuk biaya transportasi Bandung-Jakarta. Saya naik kereta yang turun di Jatinegara, lalu disambung angkutan umum, dan ojek sampai Pulogadung. Lelah sekali rasanya,” kenang Choky dengan mata menerawang.

Ujian Pertama
Ketika dinyatakan diterima, Choky girang bukang kepalang. Terbayang di benaknya, ia akan memandu berbagai program acara layaknya seorang presenter. Maka, ia sempat terbengong-bengong karena tugas pertamanya adalah meluncur ke kantor Polsek Tebet. “Di sana ada kejadian perkara,” kata Choky menirukan sang koordinator. Perasaan bingung mendera hatinya. “Mengapa harus ke polsek dan wawancara?,” batinnya. Ia dikirim bersama seorang kamerawan. Selepas dari sana, alumnus jurusan Komunikasi Politik, Universitas Bung Karno ini diminta menulis berita. Makin bingung dia.

Selidik punya selidik, ternyata posisi yang ditawarkan adalah news presenter; bukan presenter program acara TV seperti yang diinginkannya. Choky pun akhirnya terjun ke dunia jurnalistik. Sebuah dunia yang tidak pernah ada dalam imajinasinya. Namun, Choky berusaha menikmati hingga akhirnya ia mencintainya. “Saat itu saya sangat menikmati saat-saat on air sebagai pembaca berita dan juga ketika liputan di lapangan,” ujarnya sambil tersenyum.

Aktivitas padat sebagai jurnalis tak membuat Choky melupakan impian masa remajanya. Suatu hari, ia merasa mendapat peneguhan dari Tuhan. Setiap kali menyaksikan para presenter profesional, seperti Indy Barends atau Tamara Geraldine memandu acara di televisi, Tuhan berbicara padanya. “Saat itu Tuhan bilang bahwa saya mempunyai talenta seperti mereka. Kamu akan hebat di sana,” kata pria penggila buku ini.

Mengejar Impian
Konfirmasi dari Tuhan itu membuat Choky memutuskan berhenti bekerja sebagai jurnalis tahun 2005. Seperti janji-Nya, Tuhan pun membukakan jalan buat Choky. Ia diberi kepercayaan memandu program reality show bertajuk Cepetan Dong di RCTI. Ia dikontrak 12 episode sekaligus.

Perasaan Choky serasa melambung. Tinggal selangkah lagi, ia akan meraih impian masa kecilnya, menjadi presenter andal. Namun kenyataan berkata lain. Selepas episode ke-7, Choky tumbang. Bukan karena ada pesaing. Melainkan karena virus hepatitis A menyerang livernya. Selama menjadi wartawan, gaya hidup Choky cenderung tidak sehat. Ia tidak memperhatikan kebersihan makanan yang dikonsumsinya. Akibatnya, Choky harus bed rest dan menjalani perawatan intensif selama beberapa bulan.
Kenyataan itu membuatnya terpukul. Ia merasa telah mundur tiga langkah. Lagi-lagi Tuhan menguatkannya. Masa penyembuhan sekaligus menjadi masa perenungan. “Dalam masa penyembuhan, saya mencoba memahami maksud Tuhan,” tutur pria yang selalu mampu bangkit dari keterpurukan karena pertolongan Tuhan.

Akhirnya Datang Juga
Suatu hari, Tuhan bicara padanya secara pribadi, “Persiapkan dirimu karena Aku sedang memberikan kekuatan kepadamu. Lakukan bagianmu. Aku akan lakukan bagian-Ku,” ujar Choky menirukan suara yang didengarnya. Awalnya, Choky sempat bingung namun lambat laun dia mampu mengerti maksud Tuhan. Ia harus bangkit dan kembali berjuang dari titik nol.

Enam bulan setelah sembuh, ia mendapat kesempatan memandu acara My World di JAK-TV. Kariernya mulai bersinar saat ia berbagi stage dengan sang idola, Ferdy Hassan membawakan Good Morning on The Weekend di TransTV tahun 2006. Wajah tampan, kecerdasan, dan lontaran-lontaran kocaknya membawa acara itu memperoleh rating tinggi. Ini menjadi tonggak kariernya hingga menjadi presenter paling populer saat ini.

Kesempatan lebih besar bertubi-tubi menghampirinya. Ia dipercaya membawakan program acara-acara unggulan antara lain Solusi Life O-Channel (2006-2007), Stardut Indosiar (2007-2008), Mamamia Supershow Indosiar (2008), Mario Teguh Golden Ways Metro TV (2008), Euro World Cup RCTI (2008), Happy Song Indosiar (2009-2010), dan puncaknya Take Me Out, Take Him Out, Take A Celebrity Out Indosiar (2009-2010). Melihat semua itu ia berucap bijak, “Saya percaya, janji Tuhan selalu benar. Dia akan menjawab tepat pada waktunya.”

Berbagi Kesaksian Hidup
Atas semua berkat yang telah diterimanya, Choky pun aktif berbagi kesaksian hidup dengan sesamanya. Ia rindu setiap orang mendapat jamahan Tuhan seperti yang dialaminya. Baginya, pelayanan adalah wujud ucapan syukur atas kasih Tuhan dalam hidupnya. “Saya senang mengembalikan talenta saya pada Tuhan. Saya diciptakan Tuhan dengan tujuan mulia dan besar,” tandas jemaat Gereja Duta Injil Ambasador ini. Maka, di tengah kesibukannya sebagai presenter baik on air maupun off air, Choky selalu punya waktu untuk pelayanan. “Dengan talenta itu saya sering berbagi kesaksian hidup, menyanyi memuji Tuhan, dan kadang berkhotbah singkat,” ujar pria yang mengaku dirinya masih saja kerap emosional.

Ucapan syukur itu juga diwujudkan dalam bentuk perpuluhan. Namun, perpuluhan bukanlah untuk menabur benih. Ia hanya mengembalikan apa yang menjadi hak Tuhan. “Ketika saya telah memberikan apa yang menjadi hak Tuhan, itu baru ungkapan wujud terima kasih saya pada Tuhan,” jelas Choky yang tidak pernah meninggalkan ibadah hari Minggu.

Choky memang sosok yang berkarakter kuat sekaligus berkharisma, sehingga banyak orang menyukainya. Namun, lagi-lagi ia hanya merendah, “Saya ini hanya alat yang Tuhan pakai. Tentunya melalui proses panjang serta campur tangan penuh dari Tuhan.”

Penyayang Keluarga
Keluarga adalah salah satu hal penting dalam hidupnya. Seminggu atau dua minggu sekali ia selalu menyempatkan diri pulang ke Bandung. Waktu yang hanya 2-3 hari itu ia manfaatkan semaksimal mungkin, terutama dengan sang mama tercinta. Sejak ayahnya, Poltak Sitohang meninggal dunia tahun 2003 lalu, praktis Choky menjadi tulang punggung keluarga. Pasca meninggalnya sang ayah, hati Choky sempat hancur. ”Saat itu hati saya hancur. Tetapi, keesokan harinya Tuhan sudah buka lagi pemahaman baru tentang hubungan saya dengan ayah dan apa yang masih tersisa di keluarga saya.”

Dahulu, kondisi keluarga Choky tidak seperti sekarang. Dibandingkan beberapa tahun lalu, kondisi keluarganya sudah lebih baik. Hubungan dengan keluarga menjadi lebih hangat. Komunikasi terus berjalan dengan lancar. ”Secara finansial Tuhan sudah tolong kami. Saya yang dahulu tidak punya rumah, sekarang sudah punya. Ini merupakan bukti nyata penyertaan Tuhan,” paparnya. Walau sudah melakukan yang terbaik untuk keluarga, Choky merasa belum bersikap adil dalam membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga.

Ya, Choky adalah sosok yang sudah menemukan tujuan yang telah Tuhan tetapkan dalam hidupnya. Maka, kesukesan yang ia raih tak hanya untuk kepentingannya sendiri, melainkan untuk sesamanya.

Sumber : http://www.ebahana.com/warta-117-Saya-ini-Hanya-Alat-Tuhan.html

Kamis, 25 Maret 2010

Menjadi Orang Bersemangat dan Optimis Menghadapi Masalah

“Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa yang akan memulihkan semangat yang patah?” Amsal 18:14

Beragam persoalan bisa menimpa siapa saja; entah orang kaya atau miskin, tua atau muda. Setiap orang selama hidup di dunia ini selalu berhadapan dengan berbagai persoalan. Setiap orang, terlepas dari status sosial, pendidikan, profesinya, dan bahkan sebagai hamba Tuhan pun, tidak luput dari yang namanya pergumulan atau persoalan. Manusia harus berhadapan dengan masalah selama hidup di dunia ini. Setiap orang tentunya memiliki persoalan yang berbeda-beda.

Kita tidak boleh menyerah, walau badai apa pun yang sedang menerpa. Sebab pencobaan yang kita alami tidak pernah melebihi kekuatan kita.

Allah itu baik. Dia sahabat kita, dalam segala kesusahan Dia selalu menghibur. Biasanya ada beberapa hambatan-hambatan dalam meraih sebuah keberhasilan yaitu, sikap yang putus asa, patah semangat, menyerah, keinginan untuk mundur, dan lain sebagainya. Kalau sikap seperti ini dibiarkan, akan membuat seseorang menjadi frustrasi dan tetap tinggal dalam masalahnya. Dalam menghadapi setiap masalah, kita membutuhkan sebuah semangat untuk berjuang dan bangkit, dengan pertolongan Tuhan supaya kita sampai pada tujuan yang diinginkan.


Untuk menjadi orang yang bersemangat yang selalu optimis, kita memerlukan:

  1. Keberanian bertindak untuk mengambil resiko. Orang yang bersemangat memiliki keberanian untuk bertindak. Siap hidup dan siap mati, tidak takut dan tidak gemetar karena mempunyai ketetapan hati yang mantap. Ingat kisah Sadrakh, Mesakh dan Abednego? Ada sebuah perintah yang telah dibuat supaya setiap orang sujud menyembah patung yang telah didirikan oleh raja Nebukadnezar. Mereka tidak mau menyembah patung tersebut. (Daniel 3:17-18)

  2. Sikap tidak mau menyerah. Dalam Alkitab, ada sebuah cerita tentang seorang perempuan yang sudah 12 tahun menderita pendarahan. Perempuan ini sudah diobati oleh berbagai-bagai tabib, namun keadaannya makin memburuk. Perempuan ini tidak putus asa, ia tetap memiliki semangat untuk sembuh. Tatkala ia mendengar berita tentang Yesus Sang Penyembuh itu, ia pun berusaha untuk mencari Yesus.
    Sebab ia yakin Yesus dapat menolong untuk menyembuhkannya. (Matius 9:21)

  3. Iman yang teguh. Rasul Paulus setelah pertobatannya, memberikan hidupnya untuk melayani Tuhan, ia memenuhi panggilan Tuhan sebagi salah satu rasul yang ikut menderita bagi Kristus. Dalam mengiring Yesus, Paulus banyak sekali mengalami penderitaan dan aniaya. Paulus juga mengalami kesedihan, ia ditinggalkan oleh teman-temannya. (II Timotius 4:16-18)

Apapun keadaan yang kini tengah kita hadapi, kita tidak boleh hilang pengharapan, putus asa, atau melepaskan iman saat menghadapi berbagai masalah. Hadapilah semua bersama Tuhan, kita akan mengalami pengalaman-pengalaman yang baru bersama Tuhan. Kita harus tetap percaya bahwa setiap Firman Tuhan yang kita butuhkan terjadi atas kita.

Semangat merupakan jalan untuk memperoleh apa yang kita butuhkan. Miliki keberanian untuk melakukan Firman Allah, jangan pernah menyerah dan tetap teguh pegang janji Tuhan sampai menjadi sebuah kenyataan. Tuhan memulihkan setiap semangat yang patah. Orang yang bersemangat akan selalu optimis dalam menghadapi setiap persoalan, untuk meraih keberhasilan. Selamat berjuang dan tetap semangat, Tuhan Yesus memberkati kita semuanya.

Amin.

Sumber : http://www.pelitahidup.com/2009/10/23/menjadi-orang-bersemangat-dan-optimis-menghadapi-masalah/

Selasa, 23 Maret 2010

1 Jam Berjaga Bersama Yesus

"Setelah itu Ia kembali kepada murid-murid-Nya itu dan mendapati mereka sedang tidur. Dan Ia berkata kepada Petrus: "Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku?" Matius 26:40

Ketika kita mendengar ajakan atau perintah dari Tuhan untuk berjaga-jaga, maka ada perkara penting yang ingin disampaikan Tuhan kepada kita. Hal tersebut adalah kita harus berdoa dan menantikan kedatangan Kristus yang kedua kali. Walau pada kenyataannya kita terkadang bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Ayat di atas sedang menggambarkan Tuhan Yesus di akhir pelayananNya, bahkan di akhir hidupNya di dalam dunia ini. Hal ini haruslah menjadi contoh buat kita semua, karena kita harus menjadi segambar dan serupa dengan Kristus Tuhan kita.

Keadaan para murid yang sedang tidur adalah keadaan kita sebagai orang percaya (yang juga mungkin sedang tertidur). Dan teguran kepada Petrus adalah teguran buat kita semua untuk berjaga bersama Dia.


Mari kita renungkan keadaan kita yang sedang berada di akhir zaman. Tuhan sedang menuntut kita untuk diam dan berada di "Taman Getsemani" kita masing-masing, yakni di dalam doa dan persekutuan dengan Allah secara pribadi. Tuhan Yesus meminta untuk cawan ini, namun biarlah kehendak Tuhan yang jadi. Berarti di "Taman Getsemani" kita juga akan lebih memilih Allah dan tunduk pada kehendak Tuhan daripada tunduk kepada kehendak kita sendiri.

Dari taman ini, Tuhan Yesus bisa memandang ke arah Yerusalem. Karena tempat ini berada di Bukit Zaitun, yakni di sebelah timur Kota Yerusalem. Dan Yesus pernah meratapi kota Yerusalem ketika di tengah kota itu berdiri bait suci megah yang pembangunannya dibantu oleh Romawi. Yesus meratapi bait suci itu karena dinubuatkan akan roboh dan hal tersebut terjadi di tahun 70 Masehi oleh serangan Titus.

Saya percaya ketika kita mau diam di "Taman Getsemani" kita masing-masing, maka kita pun akan bisa memandang dengan benar keadaan orang percaya (=Yerusalem), dan akan melihat bahwa gereja (=bait suci) pun akan diruntuhkan/disesatkan, karena Alkitab sudah menubuatkan itu semua menjelang akhir zaman ini (Lukas 21:8, II Tesalonika 2:3, Matius 24:8-13). Kita harus berdoa untuk keadaan ini seperti yang Tuhan Yesus lakukan.

Ketika kita terus berada di "Taman Getsemani" kita masing-masing, kita diingatkan bahwa nenek moyang kita pernah kalah oleh si iblis di taman Eden. Namun Tuhan kita menang di "Taman Getsemani" ini, bahkan ketaatanNya membuat rencana Allah untuk keselamatan umat manusia tergenapi. Biarlah kita didorong untuk taat dan menyenangkan hati Tuhan dengan melakukan semua kehendakNya.

Menjelang akhir zaman ini, Yesus meminta kita untuk berjaga bersama Dia di "Taman Getsemani" kita masing-masing dalam persekutuan yang indah. Melalui persekutuan ini, kita akan dikuatkan dan diteguhkan. Kita tidak berjaga-jaga sendiri, melainkan bersama Tuhan Yesus. Bila waktu itu Dia ingin ditemani murid-muridNya, sekarang Dia yang ingin menemani kita dalam menghadapi kehidupan yang semakin keras dan menakutkan ini.

Mari kita buat keputusan untuk bangun sepagi mungkin, berdoa bersama orang-orang percaya lainnya, bertemu di udara dalam roh dan kebenaran setiap hari. Saya percaya kita akan disegarkan dan dikuatkan menjelang kedatanganNya yang kedua.

Amin.

Sumber : http://www.pondokrenungan.com/isi.php?tipe=Renungan&table=isi&id=1601&next=0

Minggu, 21 Maret 2010

Persembahan Yang Harum

“Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya” (Filipi 3:7-8).

Pada Yohanes 12:1-2 disaksikan Tuhan Yesus diundang dalam suatu perjamuan oleh keluarga Lazarus. Perjamuan tersebut dilatarbelakangi oleh sikap syukur karena Dia telah membangkitkan Lazarus dari kematiannya (Yohanes 11:43-44). Namun, sangat menarik, bahwa yang menyentuh dalam kisah di Yohanes 12 bukanlah kisah keramaian dan kekhususan dari peristiwa perjamuan tersebut. Tetapi, di tengah-tengah keramaian peristiwa perjamuan tersebut, dikisahkan bahwa Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni, membuka tutup botol minyak narwastu tersebut, dan dia meminyaki kaki Tuhan Yesus. Tindakan Maria tersebut tentunya sangat mencengangkan orang-orang yang hadir dalam perjamuan itu, sebab:

  1. Harga minyak tersebut sangat mahal. Orang-orang harus menabung satu tahun penuh dengan bekerja, barulah ia mampu membeli minyak narwastu.

  2. Minyak narwastu tersebut ditumpahkan di kaki Tuhan Yesus, sehingga minyak tersebut juga tertumpah ke berbagai tempat.

  3. Maria menyeka kaki Tuhan Yesus dengan rambutnya. Bagaimana mungkin seorang wanita bersedia menyeka kaki seseorang dengan rambutnya? Bukankah rambut merupakan lambang kehormatan atau mahkota yang membanggakan bagi seorang wanita?

Tindakan Maria yang tampak sia-sia dan bodoh tersebut, justru oleh Tuhan Yesus dihargai. Matius 26:13 memuat ucapan Tuhan Yesus yang berkata, “Sesungguhnya di mana saja Injil ini diberitakan di seluruh dunia, apa yang dilakukannya ini akan disebut juga untuk mengingat dia” (paralel dengan Markus 14:9).

Tuhan Yesus memuji tindakan Maria secara terbuka, karena Maria telah mengungkapkan kasih dan rasa hormat yang begitu dalam. Lukas 7:37-50 menyebutkan bahwa tindakan wanita tersebut karena dia menyesali dosa-dosanya di depan kaki Tuhan Yesus. Di Lukas 7:47, Tuhan Yesus juga berkata, “Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih”. Jadi baik Injil Lukas, Matius, Markus, maupun Yohanes sepakat Maria menuangkan minyak ke kaki Tuhan Yesus karena didasari oleh kasihnya yang begitu besar kepadaNya. Manakala seseorang digerakkan oleh kasih yang begitu besar, pastilah dia bersedia melakukan sesuatu yang begitu menakjubkan.


Kesaksian tentang Maria yang penuh kasih dan sangat menyentuh hati, mengingatkan kita juga kepada bangunan Taj Mahal di Agra, India. Bangunan Taj Mahal merupakan ekspresi atau ungkapan cinta seorang suami, Sultan Shah Jahan, yang begitu mengasihi istrinya, Mumtaz Mahal, yang telah meninggal pada tahun 1631. Taj Mahal mulai dibangun tahun 1632-1643. Namun seluruh bangunan di sekitar Taj Mahal baru diselesaikan tahun 1653. Jadi untuk membangun Taj Mahal seluruhnya membutuhkan waktu 21 tahun lamanya!

Maria dan Sultan Shah Jahan memiliki kesamaan untuk memberikan sesuatu yang agung kepada orang yang dikasihinya. Hanya bedanya, Maria mengungkapkan kasih kepada Tuhan Yesus sebagai Mesiasnya dengan minyak narwastu. Sedangkan Shah Jahan mengungkapkan cintanya yang mendalam kepada mendiang istrinya dengan mendirikan bangunan Taj Mahal yang begitu megah di dunia.

Wujud dari kasih yang agung senantiasa mengandung suatu ide yang unik, menyentuh hati, mengesankan dan senantiasa dikenang secara kekal. Wujud dari kasih senantiasa melampaui pola berpikir ekonomis. Maksudnya, tindakan kasih yang tulus tidak pernah mendasarkan kemampuan finansial sebagai tolok ukur yang menentukan. Namun, di balik tindakan yang terkesan “tidak hemat” tersebut terungkaplah makna spiritualitas, ungkapan kasih, ketulusan hati dan pengorbanan diri yang sangat dalam.

Sebaliknya, tokoh Yudas Iskariot dalam Yohanes 12 cenderung untuk melihat segala sesuatu dari sudut ekonomis dan manusiawi terhadap orang-orang miskin. Injil Yohanes memberi catatan, “Hal itu dikatakannya bukan karena ia memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kasih yang dipegangnya” (Yohanes 12:6). Di sini kita dapat melihat perbedaan paradigma dari tindakan Maria yang mengasihi Kristus dengan pengorbanan yang melampaui ukuran ekonomi dan paradigma Yudas yang cenderung berpikir serba ekonomis dan melihat segala sesuatu dari manfaatnya. Kedua paradigma tersebut sering bertemu di dalam kenyataan hidup sehari-hari apakah di dalam kehidupan keluarga, pekerjaan, pelayanan di tengah jemaat dan kehidupan masyarakat sehari-hari.

Paradigma profit tersebut juga meresapi pola pelayanan gerejawi. Apabila pelayanan tersebut menghasilkan suatu manfaat secara ekonomi, misal dengan biaya sedikit namun menghasilkan keuntungan besar, pastilah kita akan mendukung program tersebut. Namun, ketika kita dimotivasi untuk belajar memberi yang terbaik kepada Tuhan, tidak semua orang percaya tergerak untuk ambil bagian secara tulus. Bahkan terdapat kecenderungan bagaimana agar kita sebisa mungkin hanya memberi sehemat mungkin, toh tidak ada orang yang tahu ketika kita menyerahkan persembahan di tengah-tengah suatu kebaktian.

Di suatu desa Perancis setiap tahun dilaksanakan suatu festival anggur. Untuk itu setiap orang diminta untuk membawa 1 liter air anggur dan air anggur tersebut akan dikumpulkan dalam suatu tempayan besar, lalu seluruh penduduk akan minum bersama-sama sebagai tanda sukacita. Tetapi, ketika walikota membuka tempayan itu, sungguh mengejutkan karena ternyata isinya hanyalah air. Hal ini terjadi karena setiap orang berpikir bahwa mereka tidak akan ketahuan kalau hanya membawa air, siapa tahu orang-orang lain akan membawa anggur. Tetapi ternyata yang membawa anggur tidak ada. Sebab mereka pada umumnya terlalu sayang menyerahkan air anggurnya.

Paradigma serba ekonomis sering merusak suasana, bahkan merusak sukacita dan hubungan antar umat manusia. Sebab paradigma serba ekonomis mendorong orang-orang yang terlibat untuk saling mencurigai, menyudutkan, dan mendiskreditkan orang lain. Dalam hal ini Yudas Iskariot secara tidak langsung telah mendiskreditkan tindakan Maria, ketika ia berkata, “Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?” (Yohanes 12:5). Dengan ungkapan ini, sepertinya Yudas mau mengatakan bahwa betapa tololnya Maria membuang-buang minyak yang sangat mahal hanya dipakai untuk menyeka kaki Yesus.

Manakala kita bersedia meneladani Maria dengan menjadikan seluruh hidup kita bagaikan minyak narwastu yang tertumpah di kaki Tuhan Yesus, maka pastilah kehidupan dan pelayanan kita akan menghasilkan sesuatu yang harum dan senantiasa mempermuliakan nama Tuhan. Persembahan diri yang demikian tentunya menjadi cermin dari keharuman kasih, sehingga persembahan hidup kita menjadi suatu persembahan yang harum di hadapan Tuhan.

Amin.

Sumber : http://www.gki.or.id/content/doc.php?doctype=A&id=42

Sabtu, 20 Maret 2010

Yang Terlupakan, Tuhan Kasihi

"Lalu, di dalam roh ia membawa aku ke atas sebuah gunung yang besar lagi tinggi dan ia menunjukkan kepadaku kota yang kudus itu, Yerusalem, turun dari sorga, dari Allah." Wahyu 21:10

Dalam Injil Yohanes 5:1-9, dikisahkan tentang penyembuhan di Kolam Betesda. Dikatakan Yesus berangkat ke Yerusalem dan melewati sebuah Kolam Betesda dengan lima serambinya, di mana di tiap serambi sekitar kolam itu terdapat sejumlah besar orang sakit; orang-orang timpang dan lumpuh yang menantikan keajaiban saat air dalam kolam itu terguncang. Sebab sewaktu-waktu malaikat Tuhan turun ke kolam itu dan menggoncangkan air itu. Siapa pun yang duluan masuk ke dalamnya akan menjadi sembuh, apa pun penyakitnya.

Di sana juga terdapat seorang yang sudah 38 tahun lamanya sakit. Yesus menghampiri orang itu (Yesus tahu orang itu sakit cukup lama) dan bertanya: ”Maukah engkau sembuh?“ jawab orang itu: ”Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang dan sementara aku menuju kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku.“ Yesus berkata, “Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah.“ Dan... sembuhlah orang itu.

Persoalan utama dari orang adalah bukan lamanya dia sakit, tetapi lamanya tidak ada orang yang mau membantu menurunkannya ke kolam itu (ayat 7). Bagian inilah yang menunjukkan bentuk kehidupan kita saat ini, kecenderungan orang menjadi sangat individualistik, memikirkan bagaimana diri sendiri menjadi sembuh dengan cara adu cepat, dan otomatis tidak memperhatikan yang lain.

Kehadiran Yesus, bagi orang yang sakit selama 38 tahun adalah penghiburan dan akhir dari masa penantian yang panjang. Namun, berita ini menunjukkan betapa kehadiran Yesus membuat suasana individualistik menjadi berkurang. Kita tak dapat membayangkan bagaimana sikap orang-orang sakit ketika menyaksikan perbuatan Yesus pada rekannya itu. Mungkin saja mereka berharap disembuhkan juga oleh-Nya, sehingga mereka tidak perlu lagi bersaing untuk mendapatkan kesembuhan. Tetapi, bagi Yesus yang paling tak berdaya mendapat kesempatan yang sama untuk dikasihi, untuk disembuhkan.

Ibu Teresa pernah berkata, ”Kita hidup di dunia di mana terang dan kegelapan ada“. Melalui kehidupannya, Ibu Teresa mengundang orang-orang untuk memilih terang. Ibu Teresa membuat kata-kata yang ditulis oleh Santo Agustinus empat abad setelah Kristus, menjadi mudah bagi kita, "Cintailah dan katakanlah melalui hidupmu," karena sampai akhir hidupnya beliau menyatakan cinta-Nya melalui kebersamaannya dengan orang-orang kusta yang sudah tidak memiliki harapan lagi, yang sudah di ambang kematian. Beliau mencoba untuk menenangkan kecemasan mereka.

Ibu Teresa, memberi semangat juga seperti Kristus bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk diperhatikan, dikasihi dan merasakan kuasa kebangkitan Kristus. Di musim panas tahun 1976, bersama dengan kaum muda dari berbagai negara, beliau mengajarkan doa bersama-sama, "O Tuhan, Bapa segala umat manusia, Engkau meminta kami semua untuk membawa kasih ketika kaum papa dihina, rujuk kembali taat kala umat manusia tercerai berai, kegembiraan saat Gereja terguncang. Engkau membuka jalan ini bagi kami sehingga kami boleh menjadi ragi persatuan bagi seluruh keluarga umat manusia."


Kita ingat, ketika bencana besar terjadi di negeri ini, Tsunami di Aceh dan Sumatera Utara, Gempa Bumi di Nias, Yogyakarta, Merapi, busung lapar di NTT, dll. Namun demikian, bagaimana nasib mereka saat ini? Di TV sudah tidak lagi sering, bahkan hampir tidak ada kabar tentang mereka, apakah ini berarti mereka sudah baik-baik saja? Satu-satunya cara mengetahui keadaan mereka adalah dengan cara mendatangi “kantong-kantong” dimana belas kasih pernah ditaburkan... Jangan-jangan mereka adalah orang-orang yang terlupakan oleh kita.

Sebetulnya tidak juga harus melihat jauh orang-orang yang terlupakan dalam hidup ini, karena di sekitar kita masih banyak orang-orang yang perlu kita kasihi sebagaimana Yesus mengasihinya. Bukankah Ia sendiri berkata, "Apapun yang kamu lakukan bagi seseorang yang paling hina, itu kamu lakukan untuk-Ku." Seperti, bagaimana kita telah memperhatikan nasib pembantu rumah tangga, koster gereja, tukang sampah, tukang becak, anak-anak terlantar di jalanan, tuna wisma, orang-orang gila yang berkeliaran, orang-orang dalam penjara, orang-orang jompo, orang-orang muda yang menganggur, dll.

Dalam hal ini kita diajak untuk menemukan orang-orang yang tak berdaya, yang terlupakan untuk ditolong, diberdayakan dan disembuhkan. Kita diajak untuk menghayati sosok Yesus Kristus yang telah bangkit dari kematian yang telah menjadi Tuhan dan Juruselamat manusia. Sebagaimana hal ini dihayati oleh orang-orang seperti Ibu Teresa, menghambat pertumbuhan benih-benih individualistik dalam kehidupan bersama.

Sangatlah berani, berharga, dan ajaibnya ketika kita sebagai pengikut-pengikut Kristus mau berbagi harta, waktu, dan tenaga kita dengan orang-orang yang terlupakan atau miskin, kehilangan pekerjaan, dan harapan mereka, sebagai wujud kasih kita kepada Tuhan. Dengan demikian, kita memberikan wajah yang lebih manusiawi kepada sesama kita dan memancarkan yang ilahi dalam kehidupan kita.

Amin.

Sumber : http://www.gki.or.id/content/doc.php?doctype=A&id=55