Jumat, 30 Desember 2011

Pembawa Kabar Baik, Pembawa Damai Sejahtera

"Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah besar bala tentara sorga yang memuji Allah, katanya: "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya" (Lukas 2:13-14).

Dua ribu tahun yang lalu, di malam yang sunyi di tengah padang, dalam situasi hidup yang menyesakkan karena penjajahan pemerintah Romawi, sekumpulan gembala yang sedang menjaga ternaknya tiba-tiba dikejutkan oleh sepasukan malaikat yang menyanyikan: "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya" (Lukas 2:14).

Nyanyian para malaikat itu menjadi katarsis (sarana kelegaan jiwa) bagi para gembala. Mereka menyambutnya dengan sukacita. Apalagi ketika mereka mendapati bahwa apa yang dikatakan para malaikat itu memang sungguh-sungguh terjadi. Perjumpaan dengan Yesus membuat para gembala mengalami damai sejahtera.


Sekarang, di tengah berbagai kepiluan yang melanda hidup, kita juga mendengar dari berbagai pusat perbelanjaan, dari dalam mobil-mobil, dari dalam gereja-gereja, lagu-lagu yang mengumandangkan damai sejahtera di bumi; di antara manusia yang berkenan pada Allah. Untuk sesaat, kita mungkin merasakan damai sejahtera melalui lagu-lagu Natal yang kita dengar. Namun, sungguhkah damai sejahtera itu sudah terwujud?

Kalau kita mencermati apa yang terjadi di sekitar kita saat ini, di dalam maupun di luar gereja, maka kita mesti berbesar hati untuk menerima kenyataan bahwa damai sejahtera (seperti yang dimaksud dalam nyanyian para bala tentara sorgawi itu) belum terwujud. Pemerintah belum secara signifikan mewujudkan janjinya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, membangun demokrasi yang lebih bermartabat, dan membumikan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Masih ada koruptor yang bebas melenggang. Ketidakadilan masih terus berlangsung di Papua. Pelanggaran terhadap hak beribadah masih terjadi. Ketidakpatuhan pejabat terhadap keputusan Mahkamah Agung (seperti dalam kasus bakal pos Taman Yasmin) masih terjadi. Kekerasan dalam rumah tangga, anak-anak putus sekolah karena ketiadaan biaya, perceraian antara suami-istri, semakin meningkat. Semua hal ini semakin menegaskan bahwa damai sejahtera memang masih belum terwujud.

Dalam realitas seperti ini, kepada seluruh anggota jemaat dan simpatisan GKI, kami menyampaikan beberapa pesan berikut ini:
  1. Pilihlah yang benar!
    Dalam menyikapi berbagai situasi saat ini, ada berbagai sikap yang bisa kita pilih. Yang paling sederhana adalah dengan bersikap apatis, atau setidaknya pasif. Sebab kita merasa tak mampu untuk menyelesaikan berbagai persoalaan yang ada. Semua dibiarkan berlalu sebagaimana adanya. Atau, kita bisa bersikap proaktif. Ketika Natal menyapa kita kembali, bukan saja lagu damai sejahtera yang kita kembali dengar, melainkan ada ajakan untuk secara bersama untuk mewujudkan damai sejahtera. Dan kita memang dapat menjadi bagian dari orang-orang yang mengupayakan agar damai sejahtera itu menjadi nyata, sebab kita sudah menerima kabar baik itu. Kita malah telah mengalami damai sejahtera itu oleh iman kepada Tuhan Yesus.

  2. Belajarlah mengalahkan diri sendiri!
    Ini bukan sesuatu yang sederhana dan mudah. Kuasa dosa yang membelenggu manusia untuk lebih sering bersikap egois, sehingga usaha untuk mengalahkan diri sendiri itu seperti berhadapan dengan ketidakmungkinan; jalan buntu! Syukur kepada Allah, sebab ternyata kita tak menemui jalan buntu. Peristiwa Natal menerobos semua ketidakmungkinan itu. Para gembala telah membuktikannya. Merespons berita Natal, mereka berkata seorang kepada yang lain: "Marilah kita pergi ke Betlehem... " (Lukas 2:15), dan bukan: "Izinkan aku pergi ke Betlehem." Berita Natal ternyata memicu semangat kebersamaan dan bukan pementingan diri sendiri.

    Ketika orang bersedia untuk mendahulukan orang lain dan memberi diri untuk memungkinkan orang lain menjalani kehidupan yang lebih baik, maka damai sejahtera niscaya terwujud. Natal, kelahiran Yesus ke dalam dunia, membawa pengharapan bahwa perjuangan untuk mengalahkan diri sendiri ternyata mungkin. Ia memberikan hidup-Nya bagi manusia. Ia menebus manusia dari kuasa dosa supaya manusia bisa hidup berdampingan satu dengan yang lain. Ia memberikan hidupnya agar damai sejahtera bisa terwujud.

    Mari kita mulai hal ini dari lingkup yang paling kecil (keluarga) dan meluas sampai ke tengah masyarakat. Mari mewujudkan damai sejahtera dalam keluarga dengan menghindari segala wujud kekerasan dalam rumah tangga dan menjaga kesucian pernikahan.

    Mari wujudkan damai sejahtera dalam masyarakat dengan terus memperjuangkan tegaknya keadilan; memberi teladan dalam kesediaan menerima perbedaan dan kesediaan untuk hidup dalam kemajemukan. Untuk mencapai semua itu, kita perlu terus bergandengan tangan dengan semua saudara kita yang memiliki semangat dan tujuan yang sama.

  3. Jalanilah keseharian secara baru!
    Perjumpaan dengan bayi Yesus telah mengubah cara pandang, bahkan sikap para gembala terhadap realitas hidup. Mereka kini menjalani hidup dengan cara yang berbeda. "Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka" (Lukas 2:20). Realitas hidup para gembala tidak berubah. Mereka kembali ke padang untuk menggembalakan domba, namun kini mereka menjalani itu dengan memuji dan memuliakan Tuhan. Kita semestinya demikian juga. Perjuangan hidup memang tak jadi berkurang atau menjadi lebih mudah; aneka keruwetan dan persoalan hidup mungkin tidak semakin berkurang. Namun, peristiwa Natal hendaknya membuat kita menjalani realitas, yang mungkin masih sama, tapi secara baru. Kita hendaknya menjalani hidup tidak lagi dengan keluhan atau amarah, melainkan dengan memuji dan memuliakan Allah. Kita tetap optimis bahwa kita akan mengalami yang lebih baik.

Selamat Natal 2011 dan Selamat Tahun Baru 2012.
Badan Pekerja Majelis Sinode
Gereja Kristen Indonesia

Sumber diambil dari Warta Jemaat GKI Kebonjati
No.52/WJ/2011 Tanggal 25 Desember 2011, Minggu Ke-4
.

Selasa, 29 November 2011

Bad Things, Sad Things

"You never know what you have until you lose it, and once you lose it, you can never get it back."

Ya, itu adalah quote untuk malam ini. I don't know. It's been a while that I had something in my grasp. I'd better say "somebody" rather than something. Only Lord can answer it.

Ah, anyway. Udah berkali-kali gue lewatkan kesempatan terbaik yang pernah ada. Gue udah lewatkan begitu banyak cewek yang ada di hadapan gue. Gue terlalu perfeksionis untuk melewatkan kesempatan manis bersama lawan jenis.

Mereka semua udah "tergila-gila" dengan kapasitas yang bisa gue sediain buat mereka. Segala senyum, segala perhatian, dan kontak mata yang intens itu sudah mereka serahkan untukku. Tapi, tetep aja, gue terlalu bodoh untuk menyadari atau malah terlalu tolol untuk tidak menikmati indahnya dunia.


Ketika mereka dekat denganmu, segala hal akan mereka utamakan untukmu. Waktu, SMS, dan segala pengorbanan lainnya akan mereka kerahkan demi seutas senyuman dari wajah kita. Sangatlah disayangkan, kita cenderung memandang mereka sebelah mata.

"Mereka terlalu kurus. Mereka tidak cantik. Mereka terlalu gemuk. Mereka terlalu muda untuk menjadi kekasihku." Ah, segala hal dan alasan yang terlalu sepele apabila dibandingkan dengan kesungguhan para gadis dan wanita yang menawan ini sodorkan buat gue.

Gue gak pernah sadar betapa cantiknya mereka, begitu indahnya mereka, begitu tulusnya hati mereka. Jari ini sudah kehabisan hitungan untuk mengingat kebaikan mereka. Betapa dinginnya hatiku.


Untuk ke-sekian kalinya, mereka telah muak dikecewakan. Mereka lebih memilih untuk menghentikan aliran kasih mereka untuk gue. Ada perubahan pola: dari sikap yang perhatian (sayang) menjadi sikap dingin (tak peduli) terhadap gue.

Ini semua kesalahan gue.

Seandainya gue memiliki karakter yang lebih kuat, aku akan bermain asmara dengan kalian. Sungguh, segala keterbatasan yang gue miliki ini akan hilang dengan sendirinya. Maafkan gue karena telah merusak tawaran kalian.

Rasa sayang gue baru tumbuh, setelah kalian berhenti peduli. Gue terlambat menerima sinyal kalian. Gue masih terlalu labil untuk menerima kalian.

Tapi, gue janji:
mulai saat ini, gue gak bakal kecewain kalian.

Gue gak peduli siapa kalian, apa agama kalian, atau berapa usia kalian.

Yang penting, gue tau bahwa kalian peduli, sayang, care.
Itu aja. Buat gue udah lebih dari sekedar cukup.

Inti Cerita:
Alangkah baiknya apabila kita bisa mencintai. Ada kalanya lebih baik dicintai daripada mencintai. Sangatlah jarang kita dapat mencintai seseorang dan orang tersebut dapat mencintai kita kembali. Oleh karena itu, kasihilah orang-orang yang mengasihimu. Ingat, kesempatan tidak akan datang dua kali.

Semoga Tuhan memberkati!

Minggu, 11 September 2011

Berpikir Positif

Salah satu hal yang sangat mungkin kita kendalikan sendiri adalah bagaimana cara berpikir kita. Kalau kita mau berpikir positif, maka kita memiliki kesempatan untuk membuang segala hal yang tidak baik, memungkinkan kita untuk menjaga perasaan kita, menjaga langkah perjalanan kita, dan menjaga hubungan kita dengan orang lain. Beberapa hal yang bisa dilakukan dalam rangka membangun cara berpikir positif:

  1. Bersikap tenang
    Jangan biarkan orang lain membuat kita emosi, sebab mereka menjadi pihak yang menang dan kita yang kalah. Kita memiliki pilihan untuk marah atau tidak marah, tergantung bagaimana kita mengendalikan emosi kita. Marah atau tidak marah bukanlah sesuatu yang harus dikerjakan. Kita harus memilihnya; memilih marah atau tidak marah.

  2. Buanglah hal-hal buruk yang pernah terpikir dan terjadi
    Menyimpan hal-hal atau peristiwa-peristiwa buruk dan bersiap-siap untuk membalasnya adalah sikap dan tindakan hidup yang merusak diri sendiri dan orang lain. Apa perlu kita menyimpan hal-hal buruk kalau hal-hal itu tidak diperlukan dan tidak ada gunanya? Apa untungnya kita melakukan hal-hal buruk kalau hal-hal itu justru menggambarkan kejelekan kita sendiri dan merusak hubungan dengan orang lain? Rasanya memang tidak ada gunanya, tidak ada perlunya!


  3. Mencari sisi-sisi baik dan memperbaiki sisi-sisi yang buruk
    Mau tidak mau, kita harus mengakui apa pun, siapa pun selalu memiliki sisi baik-buruk, sisi yang menyenangkan-tidak menyenangkan, sisi positif-negatif. Itu hal yang wajar. Akan menjadi tidak wajar jika kita memandang sesuatu dengan hanya memperhatikan hal-hal yang jeleknya saja. Padahal, ada sisi baik, indah, positif, dan sisi yang menyenangkan. Sikap orang yang sudah diselamatkan adalah ketika ia melihat sesuatu (benda atau manusia), ia akan melihat dalam keseimbangan. Apa yang baik akan dilihat sebagai sesuatu yang perlu dikembangkan, sedangkan hal-hal buruk dilihat sebagai hal-hal yang perlu diperbaiki. Hal-hal baik perlu diambil, sedangkan hal-hal yang tidak baik perlu dibuang (Roma 12:2). Hal-hal yang baik harus menjadi titik pandang ketika kita menemukan sesuatu yang tidak menyenangkan.

  4. Memandang kesulitan sebagai tantangan dan peluang untuk maju
    Oleh sebab itu, hadapilah setiap kesulitan yang ada dan kalahkanlah kesulitan. Jangan lari dari kesulitan. Apabila kita berlari, kita tidak memiliki pengalaman menghadapi kesulitan, kita tidak memiliki kekuatan dan ketangguhan dalam menghadapi kesulitan.

Sumber diambil dari buku Dewasa Dalam Kristus 2
"Gaya Hidup dan Kekristenan"

karya Pdt. Himawan Djaja Endra, M.Min.

Jumat, 09 September 2011

Heroik

"Tuhan yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu. (1 Samuel 17:37)

Majalah Tempo edisi khusus tokoh pilihan menulis tentang sembilan pahlawan dari tanah bencana. Dan, salah satu tokoh yang ditulis di situ adalah Ferry Imbiri, seorang guru SD Inpres Wasior. Kisah heroiknya dicatat bukan hanya karena ia mengambil keputusan meliburkan anak-anak tatkala melihat air sungai meluap, tiga puluh menit sebelum bencana air bah menimpa Wasior. Akan tetapi, juga keberaniannya mengarungi derasnya air dengan menggandeng tujuh orang di tangannya.

Di dalam Alkitab juga ada seseorang yang memiliki sikap heroik, yaitu Daud. Anak bungsu Isai yang masih sangat muda dan perawakannya belum sebesar atau segagah kakak-kakaknya yang menjadi barisan tentara Saul. Akan tetapi, di tengah ketakutan yang melanda seluruh tentara Israel karena digertak oleh Goliat, Daud memberanikan diri untuk maju melawan sang pahlawan dari negeri Filistin. Daud maju bukan karena ia nekat atau sok berani (apalagi berharap upah atau penghargaan), melainkan ia maju karena tidak terima melihat bangsanya—barisan tentara Allah—diolok-olok sedemikian rupa. Berangkat dari hati yang seperti inilah akhirnya Daud tampil menjadi sosok heroik di Israel.


Seorang yang berjiwa heroik masih terus dibutuhkan hingga saat ini. Seseorang yang menolong orang lain tanpa memedulikan keuntungan apa yang akan ia peroleh. Seseorang yang tidak mengharapkan pujian atas perbuatan baiknya tidak akan memanfaatkan kesempatan untuk keuntungan di tengah kesempitan yang dialami orang lain. Seseorang bangkit menolong yang lain karena hatinya mengasihi Tuhan dan sesama.

Tolonglah orang tanpa pamrih.
Itulah sikap hati PAHLAWAN yang sesungguhnya.

Sumber
: http://www.renunganharian.net/index.php/2011/8-september/7-heroik

Selasa, 17 Mei 2011

Bagaimana Kita Menilai Diri Sendiri dan Orang Lain

Setiap orang memiliki cara-cara terntentu dalam berhubungan, berkomunikasi, dan cara memandang orang lain. Ada beberapa pola yang sering dipakai manusia dalam hubungannya dengan orang lain. Berikut adalah penjelasan masing-masing pola.

  1. Saya manusia tidak baik - orang lain manusia baik.


    Orang dengan pola hubungan seperti ini cenderung memasukkan segala sesuatu ke dalam hatinya; segala sesuatu dipikir dalam-dalam. Orang seperti ini tidak rileks. Sikap ini menimbulkan cara hidup dan cara bertindak yang selalu salah dan merasa bersalah karena merasa diri tidak baik. Manusia ini selalu iri terhadap orang lain.


  2. Saya manusia tidak baik - orang lain juga manusia tidak baik.


    Orang seperti ini tidak peduli pada diri sendiri dan orang lain; tidak peduli tentang apa yang dipikirkan dan dilakukannya. Berpikir dan melakukan sesuatu tanpa pertimbangan sebab-akibatnya. Berpikir pendek saja, tidak ada yang ingin dicapai. Melakukan sesuatu tanpa berpikir terlebih dahulu.


  3. Saya manusia yang baik - orang lain manusia yang tidak baik.


    Pola pikir seperti ini memungkinkan orang untuk berpikir tentang apa yang akan dilakukannya dan mempertimbangkan apa yang menjadi sebab-akibat sebuah perbuatan. Yang menjadi masalah adalah orang seperti ini menganggap orang lain berada di bawah kuasanya. Memandang orang lain lebih rendah, arogan, mengancam orang lain, dan meremehkan orang lain. Ia selalu menganggap bahwa dirinya yang paling bisa, paling baik, dan paling segala-galanya.


  4. Saya manusia yang baik - orang lain juga manusia baik.


    Ini sikap yang paling ideal. Manusia yang termasuk dalam kelompok ini adalah manusia yang selalu mampu menghargai orang lain apa adanya, sebagaimana ia menghargai dirinya sendiri. Semua manusia adalah ciptaan Tuhan dan memiliki harga diri yang sama. Orang ini bisa melihat dan menerima kelebihan dan kekurangan dirinya sendiri maupun orang lain. Selalu mau mengembangkan apa yang dimilikinya dan rela menolong orang lain dalam segala kesulitan/persoalan mereka; bukan malah mencelanya. Ia mau diingatkan dan dibangun oleh orang lain atas kekurangan-kekurangannya.

Mana yang kita harus pilih? Kita memiliki kesempatan dan hak untuk memilih, tetapi sikap "saya baik - orang lain baik" adalah pilihan yang paling bijaksana. Pilihan ini menjelaskan tingkat kedewasaan kita dalam memahami diri sendiri dan orang lain.

Tuhan Yesus pernah mengingatkan kepada orang percaya demikian, "... apa yang orang lain ingin lakukan pada dirimu, lakukanlah lebih dahulu kepada orang lain." Kalau saya ingin dianggap baik dan orang memperlakukan kita dengan baik, maka saya harus menganggap baik orang lain dan memperlakukan orang lain dengan baik.

Sumber diambil dari buku Dewasa Dalam Kristus "Aspek-aspek Pertumbuhan"
karya Pdt. Himawan Djaja Endra, M.Min.

Kamis, 05 Mei 2011

Enam Tipe Cinta

"Dan dari rusuk yang diambil Tuhan Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki"
(Kejadian 2:22-23).


Tuhan menciptakan wanita berbeda dari pria. Tuhan menciptakan wanita dari tulang rusuk pria, supaya wanita menjadi bagian dari pria yang akan dijaga dan dikasihinya. Tuhan menciptakan wanita supaya pria tidak sendirian dan kesepian. Tuhan menciptakan wanita supaya mereka saling melengkapi dan menjadi sempurna.

Dalam mitologi Yunani, ada 6 macam model cinta. Keenam model tersebut adalah Eros, Ludus, Mania, Storge, Pragma, dan Agape. Berikut akan dijelaskan mengenai masing-masing model cinta tersebut.
  1. Eros
    Eros adalah jenis cinta sebatas fisik, romantis, bahkan terkadang erotis. Biasanya, cinta Eros terjadi pada pandangan pertama. Kebanyakan punya ketertarikan kuat terhadap penampilan fisik disertai emosi dan komitmen yang kuat terhadap pasangannya.


    Jenis cinta ini banyak dialami remaja. Cinta Eros menggebu-gebu dan berani mengambil resiko. Dalam pacaran, mereka menganggap penting mengenai ciuman dan pelukan. Biasanya, kehangatan cinta ini dapat dirasakan sampai tiga bulan pertama. Dunia seolah-olah hanya milik berdua.

  2. Ludus
    Jenis cinta yang penuh dengan permainan, godaan, dan cumbu rayu yang tiada hentinya. Penganut cinta Ludus tidak pernah serius dalam soal cinta. Mereka mudah bosan dengan pasangannya.


    Tipikal pecinta Ludus adalah percaya diri. Melakukan permainan cinta memerlukan kepribadian yang kuat. Oleh karena itu, mereka pandai membohongi pasangannya. Jenis cinta ini bersifat dangkal dan mudah beralih.

  3. Mania
    Mania sebenarnya merupakan gabungan dari Eros dan Ludus. Cinta yang obsesif, penuh cemburu, suka menguasai, dan selalu bergantung kepada pasangannya. Mania cenderung memiliki sifat destruktif. Dunia serasa kiamat apabila penganut ini mengalami putus cinta.


    Penganut cinta ini selalu merasakan ketakutan untuk berpisah, cenderung untuk cemburu, dan posesif. Tahapan ini mengubah hubungan menjadi nyata. Penganut Mania tidak pernah membiarkan pasangannya melihat ketidaksempurnaan di dalam diri sendiri.

  4. Storge
    Cinta akan tumbuh perlahan melalui pengalaman bersama. Cinta Storge muncul dari sebuah persahabatan yang mantap, membumi, dan dapat bertahan lama. Biasanya, jenis cinta ini dialamai oleh mereka yang sudah berpacaran selama 6-12 bulan.


    Pecinta Storge sering menyebut, "Kekasih saya adalah sahabat yang terbaik." Asmaranya tidak lagi menggebu, karena selalu merasa bahagia saat bersama-sama. Pertengkaran tidaklah lagi menjadi isu yang dominan.

  5. Pragma
    Kombinasi dari Storge dan Ludus. Biasanya, Pragma dianut oleh mereka yang memiliki kepribadian dewasa dan matang. Mereka cenderung bersikap realistis dan praktis.


    Dalam berpacaran, Pragma merupakan tahapan cinta ketika memasuki bulan ke-12 hingga ke-18. Kebersamaan yang dirasakan seolah-olah seperti bersama dengan seorang sahabat baik. Dalam tahap ini, getaran cinta sudah mantap.

  6. Agape
    Agape selalu memberi tanpa pamrih. Jenis cinta ini menunjukkan bahwa cinta memiliki kekuatan yang melebihi ego dan fisik semata. Inilah cinta yang tidak egois.


    Seseorang yang dengan setia mengurus kedua orang tuanya yang sudah renta merupakan salah satu perwujudan cinta Agape. Hanya memberi tak harap kembali. Agape merupakan perwujudan cinta yang tertinggi.

Sumber: Majalah FOKUS edisi Februari 2007.

Kamis, 10 Maret 2011

John Calvin

John Calvin (10 Juli 1509 – 27 Mei 1564) adalah seorang teolog Kristen berkebangsaan Prancis yang terkemuka pada masa Reformasi Protestan. Namanya kini dikenal dalam sistem teologi Kristen yang disebut Calvinisme. Ia lahir dengan nama Jean Chauvin di Noyon, Picardie, Prancis.


Biografi
Masa kecil John Calvin sering dihubungkan dengan Charles de Hangest, salah seorang dari twelve Peers of France (dua belas bangsawan tertinggi di Prancis yang memerintah di Ngoyon). Calvin dikenal memiliki hubungan yang dekat dengan beberapa anggota keluarga Hangest. Karena kedekatannya dengan keluarga Hangest, Calvin otomatis memiliki sikap dan pembawaan layaknya seorang aristokrat. Di usianya yang ke-14, ayah Calvin yang berprofesi sebagai seorang pengacara, mengirimnya ke Universitas Paris untuk belajar humaniora dan hukum. Konon, Calvin berangkat ke Prancis bersama dengan tiga pemuda dari keluarga Hangest. Pada tahun 1532, ia telah menjadi Doktor Hukum di Orléans. Terbitan karya ilmiahnya yang pertama adalah sebuah komentar mengenai De Clementia (sebuah buku karya seorang filsuf Romawi yang bernama Seneca).

Pada tahun 1536, ia berupaya untuk menuju ke Basel. Namun, William Farel (seorang tokoh reformator pada masa itu) membujuk Calvin untuk menetap di Jenewa. Calvin menjadi pendeta di Strasbourg tahun 1538-1541, lalu kembali tinggal di Jenewa hingga akhir hayatnya.

Calvin berniat menikah untuk menunjukkan sikap positifnya terhadap pernikahan. Ia meminta teman-temannya untuk mencarikan seorang wanita yang sederhana, taat, tidak sombong, tidak boros, sabar, dan bisa merawat kesehatan Calvin. Pada tahun 1539, ia akhirnya menikah dengan seorang janda yang bernama Idelette de Bure. Idelette mempunyai seorang anak laki-laki dan perempuan dari almarhum suaminya. Namun, hanya anak perempuannya yang pindah bersama ke Jenewa.

Pada tahun 1542, pasangan Calvin dianugerahi seorang anak lelaki. Sangat disayangkan bahwa bayi tersebut meninggal dunia dua minggu kemudian. Idelette Calvin meninggal pada tahun 1549. Calvin menulis bahwa istrinya telah banyak menolong dalam pelayanan gerejanya, tidak pernah menghalangi, tidak pernah menyusahkan Calvin dengan urusan anak-anaknya, dan berjiwa besar.

Karya Tulis Calvin
Calvin menerbitkan beberapa revisi dari Institutio (sebuah karya yang menjadi dasar dalam teologi Kristen yang masih dibaca hingga saat ini). Revisi ini dibuat oleh Calvin dalam bahasa Latin pada tahun 1536 dan kemudian dalam bahasa Prancis pada tahun 1541. Ia juga banyak menulis tafsiran mengenai Alkitab. Untuk Perjanjian Lama, ia menerbitkan tafsiran tentang semua kitab kecuali kitab-kitab sejarah setelah Kitab Yosua (meskipun ia menerbitkan khotbah-khotbahnya berdasarkan Kitab I Samuel). Untuk Perjanjian Baru, ia melewatkan kitab Wahyu.

Sebagian orang berpendapat bahwa Calvin mempertanyakan kanonisitas kitab Wahyu. Walau demikian, belakangan ia mengutip kitab Wahyu dalam karya tulisnya yang lain dan mengakui otoritasnya. Tafsiran-tafsiran ini pun ternyata tetap berharga bagi para peneliti Alkitab dan masih terus diterbitkan setelah lebih dari 400 tahun.

Dalam jilid ke-8 dari Sejarah Gereja Kristen karya Philip Schaff, Calvin mengutip seorang teolog Belanda yang bernama Jacobus Arminius. Arminianisme merupakan sebuah gerakan anti-Calvinisme yang dipelopori oleh Arminius untuk menentang karya-karya tulis Calvin. Berikut adalah kutipan Calvin yang ditentang oleh Arminius.
"Selain mempelajari Alkitab yang sangat saya anjurkan, saya mengimbau murid-murid saya untuk memanfaatkan tafsiran-tafsiran Calvin, yang saya puji jauh melebihi Helmich (seorang tokoh gereja Belanda, 1551-1608). Karena saya yakin bahwa ia sungguh tidak tertandingi dalam penafsiran Kitab Suci dan bahwa tafsiran-tafsirannya harus jauh lebih dihargai daripada semua yang telah diwariskan kepada kita oleh khazanah para Bapak Gereja, sehingga saya mengakui bahwa ia memiliki jauh dari kebanyakan orang lain, atau lebih tepatnya, jauh melampaui semua orang, apa yang dapat disebut sebagai semangat nubuat yang menonjol. Institutio-nya harus dipelajari setelah Katekismus Heidelberg, karena mengandung penjelasan yang lebih lengkap. Namun demikian, seperti karya tulis orang secara umum, karya tulisnya juga menimbulkan prasangka."

Penyebaran Calvinisme
Sebagaimana praktik Calvin di Jenewa, terbitan-terbitannya menyebarkan gagasan-gagasan tentang bagaimana Gereja Reformasi yang benar ke berbagai bagian di Eropa. Calvinisme menjadi sistem teologi dari mayoritas Gereja Kristen di Skotlandia, Belanda, dan bagian-bagian tertentu dari Jerman dan berpengaruh di Prancis, Hongaria, dan Polandia.

Kebanyakan kolonis di daerah Atlantik Tengah dan New England di Amerika adalah Calvinis, termasuk kaum Puritan dan para kolonis di New Amsterdam (New York). Para kolonis Calvinis Belanda juga merupakan kolonis Eropa pertama yang berhasil di Afrika Selatan pada awal abad ke-17 dan disebut sebagai orang Boer atau Afrikaner.

Sebagian besar wilayah Sierra Leone dihuni oleh para kolonis Calvinis dari Nova Scotia, yang pada umumnya adalah kaum loyalis kulit hitam, yaitu orang-orang kulit hitam yang berperang untuk Britania Raya pada masa Perang Kemerdekaan Amerika.

Sebagian dari gereja-gereja Calvinis yang paling besar dimulai oleh para misionaris abad ke-19 dan abad ke-20; khususnya di Indonesia, Korea, dan Nigeria.

Kapitalisme
Sebagian orang menganggap Calvinisme merupakan revolusi permusuhan terhadap profit (keuntungan). Calvin mengungkapkan pikirannya tentang riba dalam sebuah suratnya kepada seorang teman yang bernama Oecolampadius. Dalam surat ini, ia mengecam penggunaan ayat-ayat Alkitab tertentu oleh orang-orang yang menentang pemberlakuan bunga uang. Calvin menafsirkan kembali ayat-ayat tersebut dan mengatakan bahwa ayat-ayat lain sudah tidak relevan lagi, mengingat kondisi-kondisi yang telah berubah.

Calvin juga menolak argumen (yang didasarkan pada tulisan-tulisan Aristoteles) bahwa mengambil bunga uang adalah keliru, karena uang sendiri itu mandul. Ia mengatakan bahwa dinding dan atap rumah pun mandul, tetapi orang diizinkan meminta bayaran dari seseorang yang menggunakannya. Dalam cara yang sama, uang pun dapat dimanfaatkan.

Namun demikian, Calvin juga berkata bahwa uang harus dipinjamkan kepada orang-orang yang sangat membutuhkannya tanpa harus mengharapkan bunga.

Jenewa yang Diperbarui
Pada saat perang Ottoman, Calvin sedang melakukan perjalanan ke Strasbourg. Ketika singgah di Jenewa, William Farel meminta Calvin agar menolongnya mengenai urusan gereja. Tentang permohonan Farel ini, Calvin menulis, "Saya merasa seolah-olah Allah sendiri dari sorga telah menyuruh saya untuk menghentikan perjalanan saya." Bersama-sama Farel, Calvin berusaha melembagakan sejumlah perubahan dalam pemerintahan kota dan kehidupan keagamaan. Mereka menyusun sebuah buku katekismus dan pengakuan iman; mereka mewajibkan seluruh warga kota itu untuk mengakuinya. Dewan kota menolak pengakuan iman Calvin dan Farel. Pada Januari 1538, mereka mencabut kekuasaan kedua orang tersebut untuk melakukan ekskomunikasi, yaitu sebuah kekuasaan yang mereka anggap penting untuk pekerjaan mereka. Calvin dan Farel menjawabnya dengan memberlakukan larangan umum kepada semua penduduk Jenewa untuk mengikuti Perjamuan Kudus pada kebaktian Paskah. Karena itu, dewan kota pun mengusir mereka dari kota tersebut. Farel kemudian pergi ke Neuchâtel dan Calvin ke Strasbourg.

Selama tiga tahun, Calvin melayani sebagai seorang dosen dan pendeta sebuah gereja dari orang-orang Huguenot, Prancis di Strasbourg. Pada masa pembuangannya itulah, Calvin menikahi Idelette de Bure. Ajaran Calvin juga dipengaruhi oleh Martin Bucer, yang menganjurkan sebuah sistem politik dan struktur gerejawi yang mengikuti pola Perjanjian Baru. Ketika Jacopo Sadoleto, seorang kardinal Katolik, menulis sebuah surat terbuka kepada dewan kota yang isinya mengajak Jenewa untuk kembali ke Gereja induk (Gereja Katolik Roma), jawaban Calvin atas nama kaum Protestan Jenewa yang sedang mengalami berbagai serangan, malah menolong Calvin mendapatkan kembali respek yang telah hilang sebelumnya. Setelah sejumlah pendukung Calvin memenangkan jabatan di Dewan Kota Jenewa, ia diundang kembali ke kota itu pada tahun 1541.

Sekembalinya ke sana, berbekal wewenang untuk menyusun bentuk kelembagaan gereja, Calvin memulai program pembaharuannya. Ia menetapkan empat kategori dalam pelayanan gereja dengan peranan dan kekuasaan yang berbeda-beda. Keempat kategori tersebut adalah:
  • Doktor memegang jabatan dalam ilmu teologi dan pengajaran untuk membangun umat dan melatih orang-orang dalam jabatan-jabatan lain di gereja.
  • Pendeta yang bertugas berkhotbah, melayankan sakramen, dan menjalankan disiplin gereja, mengajar, dan memperingatkan umat.
  • Diaken mengawasi pekerjaan amal, termasuk pelayanan di rumah sakit dan program-program untuk melawan kemiskinan.
  • Penatua, yaitu 12 orang awam yang tugasnya adalah melayani sebagai suatu polisi moral. Mereka mengeluarkan surat-surat peringatan serta, bila perlu, menyerahkan para pelanggar ke Konsistori.
Para pengkritik seringkali menganggap Konsistori sebagai lambang pemerintahan teokratis Calvin. Konsistori adalah sebuah peradilan gerejawi yang terdiri atas sejumlah penatua dan pendeta, yang diberikan kuasa untuk mempertahankan ketertiban di dalam gereja dan di antara para anggotanya. Pelanggaran merentang dari menyebarkan doktrin yang salah hingga pelanggaran moral. Bentuk-bentuk hukuman biasanya bersifat ringan; pelanggar dapat disuruh menghadiri khotbah-khotbah yang disampaikan secara terbuka atau kelas-kelas katekisasi.

Kaum Protestan pada abad ke-16 seringkali dikenai tuduhan oleh pihak Katolik bahwa mereka menciptakan doktrin-doktrin baru dan bahwa inovasi seperti itu mau tidak mau menyebabkan kemerosotan akhlak dan, pada akhirnya, kehancuran masyarakat itu sendiri. Calvin mengklaim bahwa ia ingin menegakkan legitimasi moral dari gereja yang diperbarui sesuai dengan programnya, sekaligus meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan individu, keluarga, dan masyarakat. Dokumentasi yang baru-baru ini ditemukan memperlihatkan perhatian terhadap kehidupan rumah tangga yang harmonis. Untuk pertama kalinya, kaum laki-laki yang selingkuh akan dihukum sama kerasnya dengan kaum wanita.

Konsistori sama sekali tidak memperlihatkan toleransi terhadap pemukulan atau penyiksaan terhadap pasangan (khususnya istri). Peranan Konsistori ini kompleks. Badan ini membantu mentransformasikan Jenewa menjadi kota yang digambarkan oleh reformator Skotlandia, John Knox, sebagai "sekolah Kristus yang paling sempurna yang pernah ada di muka bumi sejak zaman para Rasul."

Namun demikian, tampaknya Calvin tidak bermaksud menggunakan Konsistori untuk mencapai tujuan-tujuan politik atau mempertahankan kontrolnya terhadap kehidupan sipil dan keagamaan di Jenewa. Calvin bergerak dengan cepat untuk menjawab segala pertanyaan yang diajukan mengenai tindakan-tindakannya. Kejadian yang paling menonjol adalah kasus Pierre Ameaux dan Jacques Gruet. Calvin enggan menahbiskan orang-orang Jenewa, karena ia lebih suka memilih pendeta dari arus para imigran Prancis yang masuk ke kota itu dengan maksud semata-mata mendukung program pembaruan Calvin. Ketika Pierre Ameaux mengeluh tentang praktik ini, Calvin menganggapnya sebagai serangan terhadap kewibawaannya sebagai seorang pendeta dan ia membujuk dewan kota untuk memaksa Ameaux untuk berjalan mengelilingi kota dan memohon belas kasihan di lapangan terbuka. Jacques Gruet berpihak dengan sejumlah keluarga Jenewa lama, yang menentang kekuasaan dan metode-metode Konsistori. Ia dipersalahkan dalam suatu insiden di mana seseorang menempatkan sebuah plakat di salah satu gereja di kota itu, yang berbunyi, "Bila orang telah terlalu banyak menderita, balas dendam pun akan dilakukan." Calvin menyetujui supaya Gruet disiksa sampai mati, dengan tuduhan bahwa ia telah bersekongkol dengan sebuah komplotan Prancis untuk menyerang kota itu.

Pada tahun 1553, Michael Servetus (Miguel de Servetus) dijatuhi hukuman mati pada sebuah tiang atas tuduhan menyebarkan ajaran sesat. Servetus dipandang banyak Unitarian sebagai salah seorang pendiri agama mereka. Calvin sendiri meminta dewan, namun gagal, agar hukuman mati itu diubah dari hukuman bakar dengan hukuman mati oleh pedang. Calvin tetap berkuasa hingga ia meninggal. Hukuman mati Servetus merupakan sebuah argumen utama yang digunakan untuk menyerang Calvin sejak masa hidupnya hingga sekarang; meskipun sejumlah sejarahwan percaya bahwa Calvin hanya sial dan tidak bersalah karena intoleransi di antara para Reformator. Ia dan Servetus adalah orang-orang yang paling banyak diserang pada abad ke-16. Nama baik Calvin telah dijelek-jelekkan, sementara Servetus telah terlalu jauh dibersihkan dari kesalahan jauh melampaui titik tolak abad ke-16, bukan abad ke-19.

Pada tahun 1559, Calvin mendirikan sebuah sekolah untuk mendidik anak-anak serta rumah sakit untuk merawat orang miskin. Kesehatan Calvin memburuk ketika ia menderita sakit kepala, pendarahan paru-paru, asam urat, dan batu ginjal. Kadang-kadang, ia harus digotong ke mimbar. Calvin juga mengalami hal-hal yang mengalihkan perhatiannya. Menurut Beza, Calvin hanya makan satu kali sehari selama satu dasawarsa. Namun, atas nasihat dokternya, ia makan telur dan minum segelas anggur pada tengah hari, meskipun ia seorang yang keras menentang konsumsi alkohol yang berlebihan. Menjelang akhir hayatnya, Calvin berkata pada teman-temannya yang kuatir tentang kadar kerjanya sehari-hari, "Apa? Apakah kalian ingin aku menganggur apabila Tuhan menemukan aku saat Ia datang kembali kedua kalinya?"

Calvin meninggal di Jenewa pada 27 Mei 1564. Ia dikuburkan di Cimetière des Rois dengan sebuah batu nisan yang ditandai dengan inisialnya, "J.C", untuk menghormati permintaannya supaya ia dikuburkan di sebuah tempat yang tidak dikenal, tanpa saksi atau pun upacara.

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Yohanes_Calvin.

Minggu, 06 Maret 2011

TAKEN

Sebuah film yang dibintangi oleh Liam Neeson ini menceritakan betapa kelam dan begitu kejamnya kehidupan manusia. Tuntutan nafkah memaksa manusia untuk menghalalkan segala cara, walau hal tersebut melibatkan human trafficking. Hanya saja, korban human trafficking yang mereka pilih ini ternyata memiliki seorang ayah yang protektif dan rela melakukan apa saja untuk menjaga keselamatan putrinya.


Film ini menceritakan seorang pensiunan CIA, Bryan Mills, yang telah bercerai dengan istri dan putrinya akibat sering bertugas (dinas) sepanjang karirnya. Sang mantan istri, Lenore, kini telah berkeluarga dengan seorang milyarder bernama Stuart. Ketika Kim berusia 17 tahun, Bryan berupaya untuk membangun kembali hubungannya dengan sang anak.

Akan tetapi, tidak semua hal berjalan dengan mulus. Belakangan, Kim malah menuntut kepada Bryan supaya dapat diijinkan untuk bermain ke Eropa. Bryan menyadari betul betapa bahayanya untuk membiarkan seorang remaja berkelana di benua yang tidak ia kenal. Setelah berbagai pertimbangan yang alot, Bryan mengijinkan Kim untuk berangkat. Namun, hal yang Bryan khawatirkan malah menjadi kenyataan. Kim, beserta temannya yang bernama Amanda, telah diculik oleh sekelompok orang untuk kemudian dijual sebagai pelacur.

Dengan berbekal pengalaman sebagai agen CIA, Bryan berusaha untuk menelusuri jejak putrinya dengan segala cara. Ia tak peduli apabila harus membunuh setiap orang yang menghalangi niatnya untuk menemukan Kim. Ia lebih mementingkan keselamatan putrinya daripada mempermasalahkan hidup-matinya orang-orang yang berusaha berbuat jahat kepada Bryan dan Kim.

Secara pribadi, walau film ini lebih banyak menampilkan sisi action daripada sisi drama, saya sangat terkesan dengan setiap kalimat yang diucapkan oleh masing-masing karakter dalam film TAKEN ini. Setidaknya ada lima adegan yang membuat saya terhentak karena nilai yang terkandung dalam adegan-adegan tersebut memang sesuai dengan kehidupan nyata.
  1. Awalnya, Bryan memberikan Kim sebuah hadiah ulang tahun berupa mesin karaoke. Hal tersebut dipandang sebelah mata oleh Kim. Kim malah memilih hadiah mahal berupa seekor kuda dari ayah tirinya, Stuart.


  2. Ketika Bryan menjaga seorang penyanyi, ia bertanya demikian.

    • Bryan: Excuse me, Miss. I've a daughter who wants to be a singer and was wondering if you had any tips.
      (Maaf, Nona. Aku punya anak perempuan yang ingin menjadi penyanyi dan bolehkah saya bertanya apakah Anda punya tips untuk putri saya).

    • Sheerah: Yeah, I do. Tell her to pick another career.
      (Ya, tentu saja. Katakan padanya untuk memilih karir lain).

    Padahal, di akhir konser, Sheerah malah hampir diserang oleh seseorang dengan menggunakan pisau. Apabila Bryan tidak bersikap profesional, bisa saja ia tidak melindungi Sheerah dan membiarkan orang tersebut untuk menusuk.


  3. Ketika Bryan berhasil menemukan orang Albania yang menculik putrinya (Marko Hoxha), ia benar-benar menginterogasi Marko dengan siksaan yang efektif dan tanpa ampun. Setelah memperoleh informasi yang relevan, Bryan malah secara dingin membiarkan Marko tewas tersengat listrik.


  4. Karena informasi dari Marko masih belum cukup, Bryan pergi ke rumah Jean-Claude (rekan lama Bryan yang kini bekerja bagi intelijen Perancis). Jean-Claude mengakui telah menerima suap. Ia kemudian menodong Bryan dengan sebuah pistol supaya Bryan menghentikan pencarian Kim. Namun, ternyata Bryan telah mengeluarkan peluru dari pistol Jean-Claude. Bryan dengan tidak segan menembak istri Jean-Claude supaya ia memberikan alamat Saint-Clair, orang yang melakukan pelelangan pelacur-pelacur.


  5. Ketika Saint-Clair berpikir telah menyingkirkan Bryan, ternyata Bryan masih selamat. Bryan kemudian mulai menginterogerasi Saint-Clair dengan tembakan di sekujur tubuhnya.

    • Saint-Clair: Please understand. It was all business, it wasn't personal.
      (Aku harap kau mengerti. Ini semua hanya bisnis, saya tidak ada maksud pribadi).

    • Bryan: It was all personal to me.
      (Semua hal ini telah menjadikan ini urusan pribadi bagiku).

    Seperti adegan-adegan sebelumnya, Bryan pun tidak kenal ampun. Ia bunuh Saint-Clair hingga peluru di pistolnya habis.


Inti Cerita: Kita harus selalu berhati-hati apabila kita berinteraksi dengan orang/lingkungan yang tidak kita kenal. Kita juga harus berani untuk fight back apabila posisi kita benar-benar terancam. Tidak ada lagi warna abu-abu; yang ada hanyalah warna putih (benar) atau hitam (salah).

Semoga Tuhan memberkati!

Kamis, 03 Maret 2011

Feng Shui dan Iman Kristen

Dewasa ini feng shui banyak digunakan orang-orang untuk mendapat petunjuk agar dapat memperoleh yang terbaik dalam hidupnya; baik bisnis atau apapun. Tetapi bila terdapat pertanyaan, "Apakah kita orang beriman boleh percaya kepada feng shui?" Jawabannya cuma 1, yaitu tidak. Mengapa orang Kristen tidak boleh percaya?

Sebenarnya, feng shui (feng = angin dan shui = air) merupakan paham Taoisme tentang misteri angin dan air. Dalam ajaran Taoisme, manusia hidup dalam keselarasan dengan alam dan memiliki 2 unsur yang bertentangan. Unsur tersebut adalah YIN (bersifat feminin/gelap/dingin) dan YANG (bersifat maskulin/panas/terang).

Ada juga istilah Chi, yaitu energi halus yang dapat membawa kebahagian, kedamaian, dan kemakmuran yang berlimpah. Sedangkan istilah Sha Chi merupakan hawa maut yang membawa kemalangan. Di dalam feng shui, ada cara untuk menangkap energi Chi dan menangkal energi Sha Chi. Maka prinsip feng shui adalah menjaring gelombang tenaga yang baik dan menetralisir gelombang tenaga jahat. Untuk menjaring Chi dapat dijalankan melalui:
  1. Perhitungan arah mata angin (utara, selatan, timur, dan barat)
  2. Perhitungan alam lingkungan (letak, tinggi-rendah tanah, sungai, dll.)
Selain itu, terdapat pula faktor waktu; baik waktu lahir maupun angka-angka yang menentukan baik-buruknya nasib manusia. Waktu kelahiran ini dihitung berdasarkan horoskop 12 shio (12 binatang yag menguasai masing-masing tahun dalam siklus). Menurut legenda, ada 12 binatang yang datang berturut-turut kepada sang Buddha sebelum meninggalkan dunia. Kedua belas binatang tersebut adalah tikus, kerbau, macan, kelinci, naga, ular, kuda, kambing, monyet, ayam, anjing, dan babi. Sebagai hadiah dari sang Buddha, masing-masing binatang ini diberikan 1 tahun penghormatan. Namun, ada legenda yang lain bercerita bahwa terjadi keributan antar binatang di bumi. Dewa langit pun memberikan masing-masing 1 tahun supaya tidak ada pertengkaran di antara 12 binatang tersebut.

Selain siklus 12 shio, terdapat pula 5 unsur alam: air, kayu, api, tanah, dan logam. Satu unsur menguasai 1 tahun periode pertama, diganti unsur selanjutnya, dan unsur seterusnya secara bergantian. Ada 3 macam pendapat mengenai susunan unsur, yaitu:
  1. Rumusan "menghasilkan"
    Dalam sistem ini, logam akan menghasilkan air, air menghasilkan kayu, dst.
  2. Rumusan "mengontrol"
    Dalam sistem ini, logam akan dikontrol api, api dikontrol air, dst.
  3. Rumusan global
    Urutan yang menguasai siklus 12 tahun.
    Misalnya, tahun 2011 merupakan tahun kelinci logam.



Feng Shui di Mata Kristen
    Keberatan teologis
  • Dalam unsur YIN dan YANG, keselarasan tidak dapat disesuaikan dengan iman kristen. Dalam ajaran Kristen, 2 unsur yang selalu bertentangan (baik dan jahat) tidak dapat diselaraskan. Kebahagian dan keselamatan seseorang tidak tergantung pada 2 unsur tersebut, melainkan hanya dapat dicapai dengan kemenangan atas kebaikan melawan kejahatan
  • Apakah benar 5 unsur yang menguasai alam? Bagi orang Kristen, justru Yesus Kristus yang merupakan penguasa dunia.
  • Dapatkah letak pintu, rumah, dsb. dapat mempengaruhi kebahagiaan dan rejeki kita? Dalam kasus-kasus tertentu, feng shui kurang masuk akal.
  • Karena feng shui berkaitan dengan waktu/tahun, maka tidak dapat diterima bahwa manusia berada dalam pengaruh watak atau sifat shio tertentu.Kita adalah manusia bebas dan kitalah yang membuat hidup.
    Keberatan praktis
  • Tidak atau kurang cocoknya satu sama lain. Artinya, ramalan orang yang satu berbeda dengan yang lain.
  • Seringkali ramalan itu bersifat kabur. Misalnya, diramalkan di tahun X terjadi banyak kemalangan. Namun, di tahun x tersebut juga diramalkan banyak pula hal-hal baiknya.
  • Sulit menilai kebenaran banyak ramalan tersebut.
  • Sering kali orang dikondisikan oleh ramalan. Orang tersebut dibentuk, dipengaruhi, dan diberi sugesti oleh ramalan.
  • Ramalan berfungsi sebagai jimat (maskot) atau menambah kepercayaan diri seseorang.
  • Feng shui hanya bersifat membantu dan tidak dapat memberikan jaminan 100%.
  • Bahasa ramalan sering tidak pasti.
  • Dunia barat yang hidup tanpa feng shui juga bisa sukses dan kaya.
  • Perusahaan yang tidak menggunakan feng shui toh tidak kalah sukses dengan perusahaan yang menggunakan feng shui.


Sumber: http://id.shvoong.com/books/guidance-self-improvement/1917476-feng-shui-dan-iman-kristen/

Sabtu, 19 Februari 2011

My Special One

Tepatnya 1 bulan yang lalu, gue melakukan sesuatu yang sangat berisiko. Mau tau kenapa? Begini ceritanya.

Gue inget banget, waktu itu hari Kamis tanggal 20 Januari, gue merasakan adanya suatu atmosfer yang berbeda banget sehabis gue bangun pagi. Gue pikir, "Ada apa ya? Apa gue tidur dengan posisi yang salah? Atau... Ah, perasaan gue aja doank kayaknya nih. Toh, emang pagi ini udaranya dingin banget." Gue biarin pikiran aneh itu berlalu. Lalu, gue bersiap-siap aja seperti biasa; sarapan, merapikan diri, dan berangkat ke fakultas. Tapi tetep aja, selagi gue berkendara menuju kampus, there's something bugging on my mind.


Setibanya di Tata Usaha Fakultas, gue menanyakan kepada petugas TU mengenai dokumen-dokumen apa saja yang belum dilengkapi. Setelah diperiksa, beliau memberitahukan tanggal-tanggal penting yang harus gue ingat sebelum wisuda dilaksanakan. "Oke. Terima kasih banyak ya, Pak!" Kemudian, entah kenapa, gue malah enggak langsung pulang sehabis dari TU. Gue seolah-olah "dituntun" berjalan menuju lorong di lantai yang sama; menuju ruangan-ruangan kuliah di lantai 1.

Gue intip satu kelas menuju satu kelas yang lain. Kelas yang pertama gue intip cuma ada 3 peserta kuliah. Kelas yang kedua malah kosong. Tapi, di kelas ketiga, ruang yang terakhir di lorong itu, malah penuh banget. And there she was, sitting on a chair with so much focus in that class.

Gue inget matanya melirik keluar kelas, ngeliat gue ada di luar jendela ruangan. Tapi, entah bener atau enggak, tapi dia sempat tersenyum ketika melihat gue. Jadi aja gue lambaikan tangan ke dia. Ah, that was really ridiculous, mengingat hubungan gue emang gak deket ama tu cewek.

Kemudian, gue tertegun. Gue sempat berpikir, "Apa dia mengharapkan sesuatu? Apa mungkin dia memerlukan kehadiran gue saat itu? Atau mungkin ini hanya kebetulan belaka yang sekedar omong kosong?" Hmm...

Oh, ya. Maaf gue belum sempet singgung sebelumnya. Cewek ini emang agak ambigu. Dalam arti, dia terlalu rendah hati di hadapan orang banyak. Walau secara fisik dia tidak begitu menarik seperti Tae Yeon (SNSD), sifatnya sangatlah manis. Dia tergolong cerdas di antara teman-temannya yang sebaya dan senyumnya cukup mempesona. Gue mulai terpukau ketika hasil kerjanya di semester lalu digunakan untuk presentasi sebuah seminar nasional yang digelar oleh fakultas.


Okay, let's move on. Gue kemudian menunggu kelas itu hingga waktu bubar. Beruntung, saat itu hanya dia satu-satunya peserta kuliah yang cewek. Kalau ada teman-teman cewek lain kan momennya bisa canggung. Gue sapa dia, gue ajak obrol sebentar, dan gue minta nomor handphone dia.

Keesokan malamnya, gue sms dia. Responnya cukup baik. Malah kita berdua sempat bercanda dan berkelakar dengan pertanyaan-pertanyaan ringan. Hanya saja nampaknya dia kurang lihai berkomunikasi. Padahal zodiak dia cukup atraktif; apakah mungkin ada sangkut pautnya dengan shio? Hahaha. Whatever.

Hal tersebut berlangsung cukup konstan untuk 2-3 minggu. Gue kemudian berpikir bahwa posisi gue cukup "aman", jadi gue pikir sah-sah saja seandainya gue ajak dia keluar untuk sekedar memperdekat hubungan.

Namun demikian, ternyata tidak semuanya selancar yang gue kira sebelumnya. Malah akibat ajakan gue ini, dia sekarang malah menjauh dari gue. Entah karena alasan sosial atau alasan psikologis, nampaknya secara mental dia memang masih belum siap untuk menerima perhatian yang lebih dari lawan jenis. Tapi, gue sekarang menyesal. Ya, seandainya waktu itu gue gak minta nomor handphone dia, gue (mungkin) gak bisa mengembangkan pikiran dan hati gue.

Toh, apabila ternyata dia sama-sama merasakan kehangatan yang gue berikan, gue malah bersyukur banget! Hanya saja, sekarang gue enggak bisa melakukan apa-apa, kecuali berharap saja. Semoga Tuhan mengetuk hatinya dan dia dapat membukakan pintu bagi gue lagi. Karena pada kenyataanya, gue belum ngajak dia "jadian" koq.


Selama ini, ada dua hal yang gue tau pasti.
  1. Dia ternyata menyukai tokoh kartun Mickey Mouse.
  2. Baru kali ini gue tertarik dengan cewek tanpa melihat kondisi fisik cewek tersebut haruslah cantik parasnya.
I hope you could understand how I'd felt when the first time I asked for your number. It sure brought me back on the right track, gal!

Inti Cerita:
Ibarat bermain game simulasi di komputer ("The Sims"), perasaan yang dirasakan setiap individu dapat memiliki nilai sosial yang berbeda satu sama lainnya. Ya, mungkin, dalam hal ini ada faktor ketidakberuntungan yang berperan. Hanya saja, ketulusan yang aku tunjukkan kepadamu ini memang belum terwujud.

Semoga Tuhan memberkati!

Sabtu, 12 Februari 2011

Bunda Teresa

"By blood, I am Albanian. By citizenship, an Indian. By faith, I am a Catholic nun. As to my calling, I belong to the world. As to my heart, I belong entirely to the heart of Jesus."


Itulah yang dikatakan oleh salah seorang tokoh kemanusiaan yang dipenuhi oleh cinta kasih. Bunda Teresa merupakan seorang wanita yang memberikan hatinya untuk melayani masyarakat miskin di India.

Dilahirkan di Skopje, Albania, 26 Agustus 1910, Bunda Teresa merupakan anak bungsu dari pasangan Nikola dan Drane Bojaxhiu. Ia memiliki dua saudara perempuan dan seorang saudara lelaki. Ketika dibaptis, ia diberi nama Agnes Gonxha. Ia menerima pelayanan sakramen pertamanya ketika berusia lima setengah tahun dan diteguhkan pada bulan November 1916.

Ketika berusia delapan tahun, ayahnya meninggal dunia, dan meninggalkan keluarganya dengan kesulitan finansial. Meski demikian, ibunya memelihara Gonxha dan ketiga saudaranya dengan penuh kasih sayang. Drane Bojaxhiu, ibunya, sangat mempengaruhi karakter dan panggilan pelayanan Gonxha.

Ketika memasuki usia remaja, Gonxha bergabung dalam kelompok pemuda jemaat lokal yang bernama Sodality. Melalui keikutsertaannya dalam berbagai kegiatan yang dipandu oleh seorang pastor Jesuit, Gonxha menjadi tertarik dalam hal misionari. Tampaknya hal inilah yang kemudian berperan dalam dirinya sehingga pada usia tujuh belas, ia merespons panggilan Tuhan untuk menjadi biarawati misionaris Katolik.

Pada tanggal 28 November 1928, ia bergabung dengan Institute of the Blessed Virgin Mary, yang dikenal juga dengan nama Sisters of Loretto, sebuah komunitas yang dikenal karena pelayanannya di India. Ketika mengikrarkan komitmennya bagi Tuhan dalam Sisters of Loretto, ia memilih nama Teresa dari Santa Theresa Lisieux.

Suster Teresa pun dikirim ke India untuk menjalani pendidikan sebagai seorang biarawati. Setelah mengikrarkan komitmennya kepada Tuhan, ia pun mulai mengajar pada St. Mary's High School di Kalkuta. Di sana ia mengajarkan geografi dan katekisasi. Dan pada tahun 1944, ia menjadi kepala sekolah St. Mary.

Akan tetapi, kesehatannya memburuk. Ia menderita TBC sehingga tidak bisa lagi mengajar. Untuk memulihkan kesehatannya, ia pun dikirim ke Darjeeling. Dalam kereta api yang tengah melaju menuju Darjeeling, Suster Teresa mendapat panggilan dari Tuhan; sebuah panggilan di antara banyak panggilan lain. Kala itu, ia merasakan belas kasih bagi banyak jiwa, sebagaimana dirasakan oleh Kristus sendiri, merasuk dalam hatinya. Hal ini kemudian menjadi kekuatan yang mendorong segenap hidupnya. Saat itu, tanggal 10 September 1946, disebut sebagai "Hari Penuh Inspirasi" oleh Bunda Teresa.

Selama berbulan-bulan, ia mendapatkan sebuah visi bagaimana Kristus menyatakan kepedihan kaum miskin yang ditolak, bagaimana Kristus menangisi mereka yang menolak Dia, bagaimana Ia ingin mereka mengasihi-Nya. Pada tahun 1948, pihak Vatikan mengizinkan Suster Teresa untuk meninggalkan ordonya dan memulai pelayanannya di bawah Keuskupan Kalkuta. Dan pada 17 Agustus 1948, untuk pertama kalinya ia memakai pakaian putih yang dilengkapi dengan kain sari bergaris biru.

Ia memulai pelayanannya dengan membuka sebuah sekolah pada 21 Desember 1948 di lingkungan yang kumuh. Karena tidak memiliki dana, ia membuka sekolah terbuka di sebuah taman. Di sana ia mengajarkan pentingnya pengenalan akan hidup yang sehat, di samping mengajarkan membaca dan menulis pada anak-anak yang miskin. Selain itu, dengan berbekal pengetahuan medis, ia juga membawa anak-anak yang sakit ke rumahnya dan merawat mereka.


Tuhan memang tidak pernah membiarkan anak-anak-Nya berjuang sendirian. Inilah yang dirasakan oleh Bunda Teresa saat perjuangannya mulai mendapat perhatian dari berbagai individu dan organisasi gereja. Pada 19 Maret 1949, salah seorang muridnya di St. Mary bergabung dengannya. Terinspirasi oleh gurunya itu, ia membaktikan dirinya untuk pelayanan kasih bagi mereka yang sangat membutuhkan.

Segera saja mereka menemukan begitu banyak pria, wanita, bahkan anak-anak yang sekarat. Mereka terlantar di jalanan setelah ditolak oleh rumah sakit setempat. Tergerak oleh belas kasihan, Bunda Teresa dan rekan barunya itu pun menyewa sebuah ruangan untuk merawat mereka yang sekarat. Pada tanggal 7 Oktober 1950, Missionary of Charity didirikan di Kalkuta. Mereka yang tergabung di dalamnya pun semakin teguh untuk melayani dengan sepenuhnya memberi diri mereka untuk melayani kaum miskin. Mereka tidak pernah menerima pemberian materi apa pun sebagai balasan atas pelayanan yang mereka lakukan.

Pada awal 1960-an, Bunda Teresa mulai mengirimkan suster-susternya ke berbagai daerah lain di India. Selain itu, pelayanan dari Missionary of Charity mulai melebarkan sayapnya di Venezuela (1965), yang kemudian diikuti oleh pembukaan rumah-rumah di Ceylon, Tanzania, Roma, dan Australia yang ditujukan untuk merawat kaum miskin. Setelah Missionary of Charity, sejumlah yayasan pun didirikan untuk memperluas pelayanan Bunda Teresa. Yang pertama ialah Association of Coworkers sebagai afiliasi dari Missionary of Charity. Asosiasi ini sendiri di setujui oleh Paus Paulus VI pada 26 Maret 1969. Meskipun merupakan afiliasi Missionary of Charity, asosiasi ini memiliki anggaran dasar tersendiri.

Selama tahun-tahun berikutnya, dari semula melayani hanya dua belas, Missionary of Charity berkembang hingga dapat melayani ribuan orang. Bahkan 450 pusat pelayanan tersebar di seluruh dunia untuk melayani orang-orang miskin dan terlantar. Ia membangun banyak rumah bagi mereka yang menderita, sekarat, dan ditolak oleh masyarakat, dari Kalkuta hingga kampung halamannya di Albania. Ia juga salah satu pionir yang membangun rumah bagi penderita AIDS.

Berkat baktinya bagi mereka yang tertindas, Bunda Teresa pun mendapatkan berbagai penghargaan kemanusiaan. Pada tahun 1979, ia menerima John XXIII International Prize for Peace. Penghargaan ini diberikan langsung oleh Paus Paulus VI. Pada tahun yang sama, ia juga memperoleh penghargaan Good Samaritan di Boston. Setelah mengabdikan dirinya selama bertahun-tahun di India, tentu saja pemerintah India tidak menutup mata akan pelayanannya. Pada tahun 1972, Bunda Teresa menerima Pandit Nehru Prize. Setahun kemudian, ia menerima Templeton Prize dari Pangeran Edinburgh. Ia terpilih untuk menerima penghargaan tersebut dari dua ribu kandidat dari berbagai negara dan agama oleh juri dari sepuluh kelompok agama di dunia.

Puncaknya ialah pada tahun 1979 tatkala ia memperoleh hadiah Nobel Perdamaian. Hadiah uang sebesar $6.000 yang diperolehnya disumbangkan kepada masyarakat miskin di Kalkuta. Hadiah tersebut memungkinkannya untuk memberi makan ratusan orang selama setahun penuh. Ia berkata bahwa penghargaan duniawi menjadi penting hanya ketika penghargaan tersebut dapat membantunya menolong dunia yang membutuhkan. Pada tahun 1985, Bunda Teresa mendirikan pusat rehabilitasi pertama bagi korban AIDS di New York. Menyusul kemudian sejumlah rumah penampungan yang didirikan di San Fransisco dan Atlanta. Berkat upayanya ini, ia mendapatkan Medal of Freedom.

Pelayanan Bunda Teresa sama sekali tidak mengenal batas. Dipupuk di kampung halamannya, ia mengawali pelayanan di India. Dari India, pelayanannya meluas hingga ke seluruh penjuru dunia. Ia berkunjung ke Etiopia untuk menolong korban kelaparan, korban radiasi di Chernobyl, dan korban gempa bumi di Armenia.

Memasuki tahun 1990-an, kondisi tubuh Bunda Teresa tidak mengizinkannya melakukan aktivitas yang berlebihan, khususnya setelah serangan jantung pada 1989. Kesehatannya merosot, sebagian karena usianya, sebagian karena kondisi tempat tinggalnya, sebagian lain dikarenakan perjalanannya ke berbagai penjuru dunia. Menyadari kondisi kesehatannya yang demikian, Bunda Teresa meminta Missionary of Charity untuk memilih penggantinya. Maka, pada 13 Maret 1997, Suster Nirmala terpilih untuk meneruskan pelayanan Bunda Teresa.

Bunda Teresa akhirnya meninggal dunia pada tanggal 5 September 1997 dalam usia 87 tahun. Berbagai petinggi dari 23 negara menghadiri pemakamannya. Upacara pemakaman diadakan pada 13 September 1997, di Stadion Netaji, India, yang berkapasitas 15.000 orang. Atas kebijakan Missionary of Charity, sebagian besar yang menghadiri upacara tersebut adalah orang-orang yang selama ini dilayani oleh Bunda Teresa.

Sumber : http://biokristi.sabda.org/terpanggil_bagi_kaum_miskin_kisah_singkat_pelayanan_bunda_teresa

Sabtu, 05 Februari 2011

Lompatan Iman

Ada sebuah artikel yang bercerita tentang seorang pria yang melakukan 'leap of faith'; seorang eksekutif sebuah perusahaan ternama yang kemudian berganti profesi menjadi seorang stock broker dengan memulai segalanya dari awal kembali.


Koran LA Times menceritakan tentang seorang engineer dari Korea, dengan karirnya yang cemerlang, melakukan lompatan iman dengan meninggalkan pekerjaannya dan berganti haluan menjadi seorang pendeta. Menurut pengakuannya, ia mendapat panggilan dari Tuhan untuk melayani. Ia meninggalkan karirnya dan mengambil pendidikan theologi. Dengan berbekal gelar Ph.D dari Biola University, ia melayani jemaat komunitas Korea di Los Angeles dan sekitarnya.

Sama halnya dengan Abram. Ia meninggalkan sanak keluarganya di Uhr Kasdim untuk berkelana menuju ke 'tanah perjanjian' yang tidak diketahui di mana tempatnya. Ia hanya berbekal iman kepada Tuhan yang telah memanggilnya. Kita tahu nama Abram kemudian berubah menjadi Abraham, yang memiliki arti bapak orang-orang beriman.

Pada Perjanjian Baru, Yesus melakukan lompatan iman terbesar dalam sejarah umat manusia. Yesus menyerahkan dirinya untuk disalib tanpa kesalahan apa pun. Dengan iman kepada Bapa-Nya, yang telah mengutus Dia datang ke dunia. Yesus datang untuk menebus manusia, untuk disalib.

Melakukan lompatan iman sama sekali tidak mudah. Walau terkadang membaca berbagai cerita terlihat begitu smooth seperti membalikkan telapak tangan saja. Tetapi, pada kenyataannya, penuh perjuangan dan ketekunan.


Si stock broker dikira sinting oleh teman-temannya. Sebab butuh waktu yang cukup lama untuk belajar dan belajar; jatuh bangun kembali tanpa penghasilan untuk beberapa saat. Dalam hal ini memang diperlukan ketekunan dan kerja keras untuk dapat sukses. Abram harus melewati berbagai peperangan dan rintangan di dalam kehidupannya sebelum menjadi Abraham. Yesus bermandikan keringat darah di taman Getsemane dan kedatangan seorang malaikat untuk menguatkan iman-Nya.

Berbagai orang telah melakukan lompatan iman, melangkah maju dengan menghadapi berbagai rintangan dan risiko untuk menggapai keinginannya, demi memenuhi panggilan. Mengambil langkah awal memang berat dan membutuhkan perjuangan, tetapi itu barulah permulaan. Langkah berikutnya membutuhkan ketekunan dan pantang menyerah. Rasul Paulus mengatakan bahwa barang siapa yang bertahan sampai kesudahan, dialah yang akan mendapat mahkota. Hal ini berlaku bukan hanya dalam kehidupan rohani, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa temanku ada yang berputus asa, banyak yang berhenti di tengah jalan untuk menyerah. Padahal aku tahu mereka telah bekerja keras, siang-malam membanting tulang. Mengais kehidupan bukan hanya kesediaan untuk bekerja keras, tetapi juga berjuang untuk mengatasi berbagai halangan yang ada. Masalah pertama adalah bahasa, hal berikutnya adalah pengetahuan/keterampilan. Hal-hal ini haruslah diatasi untuk bisa melangkah ke jenjang berikutnya. Aku pun mempunyai kendala yang sama. Dan itu tidak bisa dihilangkan dengan membalikkan telapak tangan saja.

Di mana ada kemauan di situ ada jalan.
Di mana ada usaha, mahkota keberhasilan akan menanti.

Sumber:
http://www.glorianet.org/index.php/goeij/518-iman

Minggu, 30 Januari 2011

Menang Dalam Masa Penantian

Apapun panggilan kehidupan Anda, satu hal yang tersulit yang kita harus hadapi adalah ketika Tuhan meminta kita untuk menunggu. Pada awalnya, Dia akan menyiapkan hati kita untuk panggilan itu. Dia akan memberikan petunjuk tentang rencana-Nya bagi kita dan melahirkan harapan yang besar dalam hati kita.

Namun, kesulitan biasanya berada di antara waktu persiapan itu dan waktu penggenapan janji. Pada permulaan, kita tahu apa yang telah Tuhan katakan dan kita tahu bahwa kita pasti akan melihatnya menjadi nyata; tidak peduli seperti apapun serangan musuh dalam hidup kita. Iman kita setinggi gunung. Kita mengambil langkah iman dan bersemangat untuk melihat buah dari kerja keras kita.

Lalu tiba waktu untuk menunggu.


Hari berganti menjadi minggu, bahkan bulan menjadi tahun, kita masih terus menunggu penggenapan janji Tuhan dalam hidup kita. Banyak dari kita tidak bisa mengatasi dengan baik masa menunggu ini. Harapan kita mulai pudar. Kita mulai lupa betapa mulianya janji Tuhan yang diberikan pada kita dan bagaimana kita bersemangat saat menerima janji Tuhan itu. Jadi, banyak dari kita kehilangan iman pada masa menunggu ini.

Apa yang bisa kita lakukan untuk mempertahankan hati kita tetap terarah pada masa menunggu ini?

  1. Berdiam dalam hadirat Tuhan.
    Mendengar suara Tuhan di masa-masa menunggu seperti ini ibarat menemukan sumur di tengah padang gurun. Kita tidak dapat bertahan di masa menunggu ini dengan kekuatan kita sendiri. Kita membutuhkan Tuhan. Hanya dengan berada dalam hadirat Tuhan kita akan mendapatkan kekuatan baru. Akan sangat sulit menjaga hati Anda untuk tetap memiliki semangat jika Anda tidak pernah menyediakan waktu untuk beristirahat di hadirat-Nya.

    ...tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.” (Yesaya 40:31)


  2. Peka dengan suara Tuhan.
    Paulus menuliskan dalam Roma 10 bahwa iman timbul dari pendengaran akan Firman Tuhan. Maksud dari pendengaran akan Firman Tuhan di sini yaitu dipenuhi, terpaut, makanan sehari-hari, menjadi fokus pada Firman Tuhan – hal inilah yang akan meningkatkan iman Anda.

    Jadi, ketika Anda menghadapi masa menunggu itu, pastikan diri Anda mengarahkan diri pada Firman Tuhan. Apa yang Tuhan katakan melalui Firman-Nya? Peganglah janji Tuhan tersebut, tuliskan dan tempelkan dimana Anda bisa sering membacanya.

    Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh Firman Kristus.” (Roma 10:17)


  3. Berani mengambil risiko.
    Pada akhirnya, kita perlu mempertimbangkan untuk membuat tindakan yang belum pernah kita lakukan. Mungkin Tuhan sudah mempersiapkan segala sesuatu yang kita butuhkan, dan satu-satunya yang perlu kita lakukan adalah mengambil risiko.

    Petrus adalah contoh seorang murid Yesus yang berani mengambil risiko. Perjanjian Baru banyak menceritakan tentangnya. Sekalipun Petrus tidak selalu mengambil pilihan dengan risiko yang positif, Yesus tidak pernah mengkritiknya karena begitu berani.

    Lalu Petrus berseru dan menjawab Dia: "Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air." (Matius 14:28)


Jika Anda melakukan ketiga hal di atas – menyediakan waktu untuk berada dalam hadirat Tuhan, fokus pada Firman Tuhan dan berani mengambil risiko – saya jamin Anda akan melihat perubahan karena Anda mencari Tuhan. Anda memegang janji Tuhan dan mengingat perkataannya. Jadi, saat ini jika Anda menghadapi masa menunggu, kuatkanlah hati Anda dan ijinkan Tuhan memberikan kekuatan yang baru itu. Ijinkan Tuhan menyegarkan roh Anda dan menguatkan iman Anda. Percayalah, jika Anda tidak menjadi lemah, pasti Anda akan menuai apa yang tabur.

Sumber : http://www.gkikwitang.or.id/spiritual-life/teachings/396-menang-dalam-masa-penantian

Kamis, 13 Januari 2011

Bila Topan K'ras Melanda Hidupmu (KJ 439)

"Bila topan k’ras melanda hidupmu, bila putus asa dan letih lesu,
berkat Tuhan satu-satu hitunglah, kau niscaya kagum oleh kasih-Nya.
(Refrein)
Berkat Tuhan, mari hitunglah, kau ’kan kagum oleh kasih-Nya.
Berkat Tuhan mari hitunglah, kau niscaya kagum oleh kasih-Nya.
"


Lagu ini sangat populer dan dinyanyikan oleh anak-anak di sekolah minggu, di kalangan muda-mudi sampai orang dewasa. Lirik lagunya sangat menyentuh dan memberi hiburan di tengah pergumulan hidup. Iramanya pun ringan dan lincah, sehingga dapat ikut mengangkat kita keluar dari beban yang berat dalam hidup ini.

Tapi tahukah Anda? Lagu ini memiliki judul asli "When Upon Life’s Billows/Count Your Blessing". Lagu ini diciptakan pada tahun 1897 oleh Johnson Oatman Jr. dan Edwin Othello Excel. Berikut adalah sejarah singkat mengenai pencipta lagu ini.

Seorang pengkhotbah awam Methodist yang bernama Johnson Oatman Jr. (1856-1922) merupakan pengarang syair lagu ini. Sejak kecil, Oatman sudah terbiasa mendengar dan menyanyikan lagu-lagu gereja; ayahnya merupakan seorang penyanyi yang cukup terkenal.


Pada faktanya, ia bukan pendeta dan tidak pernah menempuh pendidikan theologi. Tetapi, karena kepandaiannya, ia sesekali diminta untuk berkhotbah. Tugasnya sehari-hari adalah sebagai seorang administrator pada sebuah perusahaan asuransi besar di New Jersey. Di samping tugasnya yang cukup sibuk itu, ia berhasil mengarang 5000 syair lagu. Lagu lain yang cukup terkenal adalah “Kudaki Jalan Mulia” (KJ 400).

Lagu “Bila Topan K’ras Melanda Hidupmu” merupakan lagu yang paling terkenal ciptaan Oatman. Lagu ini dinyanyikan hampir di seluruh dunia. Seorang penulis pernah mencatat bahwa lagu ini ibarat "sinar matahari yang menerangi tempat-tempat gelap di dunia". Hal ini dikarenakan banyaknya orang-orang dewasa yang menyanyikan lagu tersebut dalam kebaktian. Bahkan, dalam paduan suara pun, lagunya seolah-olah bersiul dengan gembira.


Adapun pengarang melodi lagu ini adalah Edwin Othello Excel, seorang komponis yang cukup terkenal saat berkembangnya lagu-lagu penginjilan. Excel lahir di Ohio, Amerika Serikat pada tahun 1851. Pada umur 20 tahun, ia sudah sudah menjadi guru menyanyi dan mendirikan sekolah-sekolah menyanyi. Dia diakui sebagai seorang pemimpin menyanyi yang sangat berbakat. Ia mengarang lebih dari 2000 lagu dan menerbitkan sendiri 50 buku nyanyian. Dalam suatu kegiatan penginjilan pada tahun 1921, ia tiba-tiba jatuh sakit dan meninggal pada umur 70 tahun.

Sumber: http://www.gkiserpong.org/index.php?option=com_content&view=article&id=63:bila-topan-kras-melanda-hidupmu-kj-439&catid=37:hymn-of-the-week&Itemid=69