Minggu, 08 Juli 2012

True Story

"Marilah kepada-Ku, hai kamu sekalian yang berlelah dan yang menanggung berat. Aku ini akan memberi sentosa kepadamu. (Matius 11:28)"

Setelah lebih dari 1 tahun merantau, saya merasakan banyak perubahan yang terjadi di dalam diri saya. Perubahan yang sangat kentara adalah pertumbuhan kemandirian saya. Saya tidaklah lagi semanja dulu ketika tinggal dengan orang tua, saya tidak lagi mengandalkan ayah dan ibu untuk melakukan hal-hal yang tidak pernah saya lakukan. Saya merasa bersyukur bahwa saya telah mengambil suatu keputusan yang tepat untuk bekerja di luar kampung halaman.

Pada awalnya, ayah dan ibu saya tidak setuju ketika saya menerima tawaran pekerjaan di tempat yang letaknya sangat jauh dari rumah ini. Mungkin mereka sadar bahwa saya bukan tipe anak yang mandiri, sehingga timbul kekhawatiran bahwa saya tidak akan bertahan lama dan nantinya merengek untuk kembali pulang atau malah lebih memillih berhenti bekerja daripada merasa tidak nyaman untuk jangka waktu yang lama. Saya akui bahwa pertimbangan mereka tidaklah salah, sebab saya sendiri tidak pernah berjuang sedemikian keras semenjak saya pertama kali menyusun skripsi. Sejak lulus kuliah, saya lebih banyak merenung mengenai masa depan karir saya. Pekerjaan dosen yang saya jalani selama 6 bulan bagi almamater pun tidak menjadi pilihan utama.
Sempat terlintas di benak saya untuk meneruskan studi S2 di bidang yang berbeda dengan gelar sarjana yang telah saya sandang. Akan tetapi, hal tersebut bukanlah solusi yang cerdas. Bayangkan saja, saya ini masih fresh grad dan minim dengan pengalaman kerja. Seandainya pun saya lulus S2, jam terbang saya belum mumpuni. Belum lagi biaya studi S2 yang orang tua saya harus tangani, rasa-rasanya saya malah menjadi anak yang tidak berbakti kepada mereka. Ha ha ha.

Saya yakin bahwa Tuhan telah merencanakan segala hal yang baik bagi umat-Nya. Segala pergumulan saya telah Dia jawab dengan indah. Pada awal tahun 2011, entah kenapa, saya merasa bahwa ada suatu dorongan dalam diri saya untuk mengajukan beberapa lamaran pekerjaan ke beberapa perusahaan. Beberapa di antara lamaran-lamaran tersebut berakhir tanpa kabar lebih lanjut, ada pula yang menawarkan pekerjaan dengan sistem kerja serabutan, ada juga yang menawarkan gaji besar dengan sistem multi-level, dan banyaaaakkk lagi. Saya begitu bingung tanpa tujuan pasti. Sampai-sampai saya telah mencapai kepada suatu titik jenuh, saking begitu bosannya mengajukan lamaran yang tak sesuai dengan panggilan hati.

Pada suatu saat, akhirnya saya relakan saja harapan-harapan kosong untuk mendambakan pekerjaan yang saya impikan. Ketika itu, saya hanya melayangkan lamaran ke sebuah perusahaan saja. Nama perusahaannya adalah Mitrais. Seperti biasa, untuk tahap pertama dari setiap lamaran, saya mengikuti ujian tertulis. Setelah lolos ujian tertulis, masuk ke tahap wawancara. Nah, biasanya saya selalu gagal di tahap wawancara. Lucunya, kali ini saya lolos di tahap wawancara dan mendapat tawaran pekerjaan sekaligus medical check-up. Saya sempat berpikir, "Apakah perusahaan Mitrais ini benar-benar berbeda dengan perusahaan-perusahaan lainnya?" Hal tersebut sempat saya renungkan selama 5 hari 5 malam dengan larangan orang tua supaya tidak merantau. Saya menimbang-nimbang, "Apakah saya akan mendapatkan tawaran yang lebih baik dan lebih transparan di perusahaan-perusahaan yang sebelumnya saya lamar? Rasa-rasanya tidak serealistis tawaran Mitrais ini."

Pada akhirnya, saya memberanikan diri untuk "membangkang" kepada orang tua saya dan mengambil tawaran pekerjaan ini. Toh, saya pikir jangka waktu training yang diberikan hanya 3 bulan. Seandainya saya tidak merasa nyaman, saya bisa kembali pulang setelah kontrak training habis. Orang tua dan adik-adik saya tertegun. Mereka tidak menyangka saya akan begitu nekat. Saya hanya dapat meyakinkan mereka bahwa saya akan berusaha semaksimal mungkin dan akan berkunjung pulang setiap 3 bulan sekali. Padahal saya tau hal tersebut tidaklah memungkinkan, ha ha ha.

Saya tanda tangani kontrak tersebut dan langsung dibelikan tiket terbang ke kantor pusat. Setibanya di tempat tujuan, setiap trainee diberikan fasilitas untuk tinggal di sebuah losmen yang disediakan oleh Mitrais. Saya tinggal selama 3 malam saja dan langsung pindah begitu saya mendapatkan kos yang letaknya tidak jauh dari kantor. Betapa kewalahannya saya ketika saya harus membereskan kos saya sendiri: mulai dari menyapu, mengepel, membeli perabotan, air minum galon, dan hal-hal lain yang belum pernah saya jalani sebelumnya.

Dengan uang seadanya, saya jalani 3 bulan training tersebut. Dalam waktu 3 bulan tersebut, saya mencari sebuah jawaban untuk mempertahankan pekerjaan ini atau tidak. Saya akhirnya menyadari bahwa faktor kenyamanan dan atmosfer bekerja di perusahaan ini sangatlah kondusif untuk mengembangkan aspek pribadi karyawan-karyawannya. Sangatlah disayangkan apabila saya harus melepaskan kesempatan emas ini. Alhasil, ketika kontrak untuk jangka waktu 1 tahun kerja itu ditawarkan, langsung saja saya tanda tangani.

Karena saya menyadari bahwa inilah perusahaan yang saya cari selama ini. Inilah jawaban Tuhan atas segala pergumulan yang saya hadapi. Terima kasih, Tuhan. Terima kasih, Papa & Mama. Terima kasih, Adik-adikku. Aku akan terus berjuang sampai titik darah penghabisan!


Inti Cerita:
Ketika kita berharap, yang akan kita temukan hanyalah kekecewaan. Lain halnya ketika kita tidak berharap. Tuhan akan menjawab segala pergumulan dan memberikan jawaban yang terbaik atas segala doa kita. Tuhan tidak akan pernah sekali pun mengecewakan umat-Nya.

Semoga Tuhan memberkati!

Sabtu, 07 Juli 2012

Jadilah Seperti Air

Dapatkah Anda menyebutkan apa saja sifat–sifat air? Tentunya dari beberapa sifat air yang sederhana, banyak hal yang dapat kita pelajari dan kita terapkan dalam hidup kita.


  1. Air mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah.
    Sifat air yang satu ini mengingatkan kita untuk rendah hati. Semakin tinggi posisi kita, semakin cepat kita harus merendahkan hati. Sama seperti air: semakin tinggi posisi air, maka semakin cepat dan deraslah air mengalir ke bawah.

  2. Permukaan air selalu datar
    Permukaan air yang datar ini melambangkan kesederajatan, bahwa kita memiliki derajat yang sama. Jadi, janganlah kita membeda-bedakan satu dengan yang lainnya. Jadilah seperti air yang dapat membaur dengan banyak zat.

  3. Air dapat melalui celah–celah kecil (kapiler).
    Bila kita memiliki air satu ember penuh dan di dasar ember ada lubang kecil, maka air akan keluar dari lubang kecil tersebut. Sama halnya jika kita memiliki masalah, "Apakah kita akan berusaha terus mencari lubang untuk keluar atau lebih memilih untuk tetap berada di dalam?" Tentunya, kita tidak boleh menyerah! Sama seperti air, sekecil apapun lubangnya, air akan tetap keluar sampai habis. Demikian halnya jika kita memiliki masalah, kita harus mencari lubang untuk menyelesaikan masalah yang kita hadapi, jangan sampai terbelenggu di dalam masalah.

  4. Air mengikuti bentuk wadah.
    Jika kita memiliki 1 gelas air, lalu kita pindahkan ke dalam ember, maka air dalam ember tentu tidak berbentuk gelas lagi. Nah, sifat air yang satu ini mengajarkan kita untuk cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana kita berada.
    Jika kita memiliki air 1 gelas penuh, lalu kita memasukkan batu ke dalamnya, apa yang akan terjadi? Tentu aja airnya tumpah dan batunya kini berada di dalam gelas. Nah, hal ini mengajarkan kita untuk mengalah; sama seperti air. Air tidak menolak batu untuk masuk ke dalam gelas, malah sebagian air keluar dari gelas dan memberi ruang pada batu untuk masuk.

  5. Riak air berbentuk lingkaran.
    Lingkaran adalah lambang keadilan. Kita harus ingat untuk selalu berlaku adil di setiap tindakan kita.

  6. Air tenang kembali setelah dilempar batu.
    Sifat air yang satu ini mengingatkan kita untuk bisa menguasai diri dalam kondisi apa pun. Walau pada awalnya ada riakan air, tapi air akan kembali tenang. Umumnya, ketika kita menghadapi masalah, emosi pasti bergejolak. Namanya juga manusia. Namun demikian, kita harus dengan cepat menguasai diri untuk tenang kembali dan bertindak dengan kepala dingin.

  7. Air tidak meninggalkan bekas.
    Bayangkan di depan Anda ada seember air. Anda dalam keadaan yang sangat marah, kemudian Anda memukul-mukul ember yang penuh air tersebut. Apa di airnya ada bekas pukulan tangan Anda? Tentu tidak, bukan? Analogi yang ingin saya sampaikan adalah seandainya kita disakiti, kita jangan menyimpannya dalam hati atau bahkan menjadikannya sebagai dendam. Belajarlah untuk saling memaafkan.

Nah, ternyata dari air pun kita bisa mempelajari banyak hal. Memang, untuk menerapkan sifat–sifat air tersebut dalam kehidupan sehari–hari tidaklah mudah.

Semoga Tuhan memberkati!

Sumber
: http://fanyamel.wordpress.com/2009/03/17/jadilah-seperti-air/

Minggu, 08 Januari 2012

Makna Hidup Bersama

Hidup bersama adalah realitas kehidupan yang tidak bisa diingkari, sebab manusia memang tidak mungkin bisa hidup sendiri. Manusia diciptakan oleh Allah untuk menjadi "penolong yang sepadan" bagi sesamanya (Kejadian 2:18). Melalui hidup bersama, orang dipanggil untuk hidup menjadi berkat dan mendatangkan kebaikan bagi dunia sekitarnya.

Makna hidup bersama adalah:
  1. Menjadi garam dan terang (Matius 5:13-16)
    Fungsi garam adalah memberi rasa dan mengawetkan sesuatu. Fungsi terang adalah membimbing dan menolong seseorang untuk melihat; memperhatikan sesuatu dengan jelas. Hidup dalam kebersamaan adalah kesempatan untuk saling mendatangkan berkat, mendatangkan kebaikan, mendatangkan sesuatu yang menyenangkan bagi orang banyak orang di sekitarnya. Hidup dalam kebersamaan seharusnya membuat orang mampu melihat dan membangun hal-hal yang baik. Hidup dalam kebersamaan adalah kesempatan bagi orang percaya untuk menyatakan, membuktikan, dan memperlihatkan kebenaran-kebenaran Allah, supaya orang lain bisa melihatnya. Hidup dalam kebersamaan akan memberikan kesempatan pada orang percaya untuk memberikan arti dan makna dalam lingkungan dan masyarakat.

  2. Menyeimbangkan hidup sebagai anak Tuhan dan anak manusia (I Samuel 2:11-26)
    Samuel adalah seorang anak yang dipersembahkan kepada Tuhan sebagai nazar yang dilakukan oleh orang tuanya. Ia dibesarkan dalam lingkungan rumah ibadah di Silo dan dipersiapkan untuk menjadi pelayan Tuhan. Dalam masa pembinaan diri itu, Samuel menghadapi banyak masalah, terutama dari anak-anak imam Eli, Hofni dan Pinehas. Sebagai orang yang memang dipersiapkan untuk menjadi pelayan Tuhan, persoalan yang dihadapi oleh Samuel menjadi sebuah batu ujian untuk tetap setia kepada ajaran-ajaran Tuhan. Hubungan dengan sesama manusia yang tetap terjaga dengan baik. Ia mengalami tantangan dari sesama manusia dan tidak menanggapi dengan sikap negatif, membuktikan bahwa Samuel setia pada kebenaran dan ajaran-ajaran Tuhan. Pada akhirnya, Samuel semakin disukai di hadapan Tuhan dan di depan sesama manusia.

  3. Membangun kasih dalam suka dan duka, dalam keadaan apa pun (I Samuel 20:1-43)

    Kisah Daud dan Yonathan yang disaksikan dalam I Samuel 20:1-43, menceritakan kisah suka dan duka dalam kehidupan bersama. Karena kebencian Saul pada Daud, persahabatan Yonathan dan Daud mendapat ujian yang tidak mudah. Saul akan membunuh Daud. Sebagai sahabat yang baik, Yonathan mencoba menolong Daud dan mencari tahu alasan Saul (ayah Yonathan) yang akan membunuh Daud. Yonathan ingin menempatkan dirinya secara adil dan bijaksana di antara sahabat dan ayahnya. Ini bukan menjelaskan sikap dan tindakan yang "plin-plan". Yonathan ingin membangun persahabatannya dengan Daud dan ketaatan pada ayahnya dengan prinsip keadilan dan kebenaran. Hidup dalam kebersamaan yang baik dengan orang, mendorong seseorang untuk melakukan yang terbaik untuk sesamanya. Walau risikonya berat, meskipun kematian.

Sumber diambil dari buku Dewasa Dalam Kristus
"Aspek-aspek Pertumbuhan"

karya Pdt. Himawan Djaja Endra, M.Min.