Gue inget banget, waktu itu hari Kamis tanggal 20 Januari, gue merasakan adanya suatu atmosfer yang berbeda banget sehabis gue bangun pagi. Gue pikir, "Ada apa ya? Apa gue tidur dengan posisi yang salah? Atau... Ah, perasaan gue aja doank kayaknya nih. Toh, emang pagi ini udaranya dingin banget." Gue biarin pikiran aneh itu berlalu. Lalu, gue bersiap-siap aja seperti biasa; sarapan, merapikan diri, dan berangkat ke fakultas. Tapi tetep aja, selagi gue berkendara menuju kampus, there's something bugging on my mind.
Setibanya di Tata Usaha Fakultas, gue menanyakan kepada petugas TU mengenai dokumen-dokumen apa saja yang belum dilengkapi. Setelah diperiksa, beliau memberitahukan tanggal-tanggal penting yang harus gue ingat sebelum wisuda dilaksanakan. "Oke. Terima kasih banyak ya, Pak!" Kemudian, entah kenapa, gue malah enggak langsung pulang sehabis dari TU. Gue seolah-olah "dituntun" berjalan menuju lorong di lantai yang sama; menuju ruangan-ruangan kuliah di lantai 1.
Gue intip satu kelas menuju satu kelas yang lain. Kelas yang pertama gue intip cuma ada 3 peserta kuliah. Kelas yang kedua malah kosong. Tapi, di kelas ketiga, ruang yang terakhir di lorong itu, malah penuh banget. And there she was, sitting on a chair with so much focus in that class.
Gue inget matanya melirik keluar kelas, ngeliat gue ada di luar jendela ruangan. Tapi, entah bener atau enggak, tapi dia sempat tersenyum ketika melihat gue. Jadi aja gue lambaikan tangan ke dia. Ah, that was really ridiculous, mengingat hubungan gue emang gak deket ama tu cewek.
Kemudian, gue tertegun. Gue sempat berpikir, "Apa dia mengharapkan sesuatu? Apa mungkin dia memerlukan kehadiran gue saat itu? Atau mungkin ini hanya kebetulan belaka yang sekedar omong kosong?" Hmm...
Oh, ya. Maaf gue belum sempet singgung sebelumnya. Cewek ini emang agak ambigu. Dalam arti, dia terlalu rendah hati di hadapan orang banyak. Walau secara fisik dia tidak begitu menarik seperti Tae Yeon (SNSD), sifatnya sangatlah manis. Dia tergolong cerdas di antara teman-temannya yang sebaya dan senyumnya cukup mempesona. Gue mulai terpukau ketika hasil kerjanya di semester lalu digunakan untuk presentasi sebuah seminar nasional yang digelar oleh fakultas.
Okay, let's move on. Gue kemudian menunggu kelas itu hingga waktu bubar. Beruntung, saat itu hanya dia satu-satunya peserta kuliah yang cewek. Kalau ada teman-teman cewek lain kan momennya bisa canggung. Gue sapa dia, gue ajak obrol sebentar, dan gue minta nomor handphone dia.
Keesokan malamnya, gue sms dia. Responnya cukup baik. Malah kita berdua sempat bercanda dan berkelakar dengan pertanyaan-pertanyaan ringan. Hanya saja nampaknya dia kurang lihai berkomunikasi. Padahal zodiak dia cukup atraktif; apakah mungkin ada sangkut pautnya dengan shio? Hahaha. Whatever.
Hal tersebut berlangsung cukup konstan untuk 2-3 minggu. Gue kemudian berpikir bahwa posisi gue cukup "aman", jadi gue pikir sah-sah saja seandainya gue ajak dia keluar untuk sekedar memperdekat hubungan.
Namun demikian, ternyata tidak semuanya selancar yang gue kira sebelumnya. Malah akibat ajakan gue ini, dia sekarang malah menjauh dari gue. Entah karena alasan sosial atau alasan psikologis, nampaknya secara mental dia memang masih belum siap untuk menerima perhatian yang lebih dari lawan jenis. Tapi, gue sekarang menyesal. Ya, seandainya waktu itu gue gak minta nomor handphone dia, gue (mungkin) gak bisa mengembangkan pikiran dan hati gue.
Toh, apabila ternyata dia sama-sama merasakan kehangatan yang gue berikan, gue malah bersyukur banget! Hanya saja, sekarang gue enggak bisa melakukan apa-apa, kecuali berharap saja. Semoga Tuhan mengetuk hatinya dan dia dapat membukakan pintu bagi gue lagi. Karena pada kenyataanya, gue belum ngajak dia "jadian" koq.
Selama ini, ada dua hal yang gue tau pasti.
- Dia ternyata menyukai tokoh kartun Mickey Mouse.
- Baru kali ini gue tertarik dengan cewek tanpa melihat kondisi fisik cewek tersebut haruslah cantik parasnya.
Inti Cerita:
Ibarat bermain game simulasi di komputer ("The Sims"), perasaan yang dirasakan setiap individu dapat memiliki nilai sosial yang berbeda satu sama lainnya. Ya, mungkin, dalam hal ini ada faktor ketidakberuntungan yang berperan. Hanya saja, ketulusan yang aku tunjukkan kepadamu ini memang belum terwujud.
Semoga Tuhan memberkati!