Kemarin aku duduk mengikuti ibadah penutupan peti ibu dari salah seorang temanku. Tidak ada yang terlalu istimewa dalam ibadah itu, kecuali saat anak tertua menyampaikan ucapan terima kasih dari pihak keluarga. Kata-kata yang ia ucapkan sangatlah menyentuh, sehingga ada banyak pengunjung yang meneteskan air mata.
Aku tidak dapat mengingat setiap detil kata-katanya, namun ada beberapa kalimat yang masih terngiang-ngiang di telingaku. Kurang lebih demikian apa yang dikatakan anak sulung itu di hadapan ratusan orang yang hadir waktu itu.
---------------------------------------------------------
Mama kami seringkali berbohong. Mungkin Anda terkejut mengapa saya menyampaikan hal ini di penutupan peti Mama. Tapi, kami mau Anda tahu apa yang sebenarnya terjadi. Papa meninggal ketika mama berusia 30 tahun, dan sejak itu mama tidak pernah menikah lagi. Bayangkan, apa yang harus dilakukan seorang janda berumur 30 tahun dengan dua anak berusia 4 dan 2 tahun untuk bertahan hidup? Sejak kecil saya dan adik melihat mama bekerja keras mencuci pakaian tetangga dan menjual makanan kecil. Pagi hari mencuci, kemudian memasak, dan berkeliling kampung menjual makanan kecil sampai sore.
Sering saya bertanya, ”Mama pasti capek ya?”
Saya tahu Mama pasti lelah, tapi ia selalu tersenyum. Sambil mengusap kepala saya dan kepala adik, Mama berkata,” Tidak Nak. Mama tidak capek.”
Mama berbohong pada kami.
Seringkali kami melihat mama membagi makanan menjadi dua; untuk saya dan adik. Ia hanya mengambil sebagian kecil untuk dirinya. Kalau itu daging, mama hanya mengambil kuah daging itu untuk dirinya. Daging diberikan untuk saya dan adik. Saya meminta, ”Mama, ayo ambil dan makan dagingnya bersama-sama. Dibagi tiga kan masih cukup.”
Mama hanya menggeleng dan berkata,” Mama tidak bisa makan daging. Kalian saja makan supaya kuat dan sehat.”
Setelah besar saya tahu bahwa mama berbohong. Mama sebenarnya bisa dan suka makan daging. Ia mengalah untuk kami.
Jika ada sedikit uang lebih untuk membeli pakaian, maka Mama pasti akan memilih yang terbaik untuk saya dan adik. Ketika kami makin besar, berulang kali kami mendesak Mama untuk membeli pakaian untuk dirinya sendiri. Mama selalu menjawab, ”Baju yang ada masih bisa dipakai. Masih bagus.”
Padahal kami tahu di tengah malam hari, Mama menjahit lubang-lubang yang ada di bajunya. Mama berbohong. Baju itu sebenarnya sudah jelek.
Mama adalah sosok pekerja keras. Ia tidak pernah malas melakukan apapun bagi anak-anaknya. Ia jarang mengeluh dan seperti yang saya katakan tadi, Mama malah cenderung menutupi kelelahan dan keinginannya demi anak-anaknya. Sewaktu menemani Mama di hari-hari terakhir hidupnya, saya bertanya mengapa Mama bisa begitu rajin bekerja. Mama menjawab, ”Mama harus rajin bekerja, karena Mama mencintai kalian. Mama ingin kalian sukses."
---------------------------------------------------------
Bagiku, ibu dari rekanku itu adalah contoh hidup apa yang disebut dalam Amsal 31:27, "Ia selalu rajin bekerja dan memperhatikan urusan rumah tangganya."
Dengan saksama ia memperhatikan segala sesuatu yang terjadi di dalam rumah tangganya dan ia tidak pernah malas. Ibu rekanku itu telah menjadi wanita yang maksimal. Maksimal memperhatikan rumah tangganya walau seorang diri. Aku bisa melihat buah kerja keras dan sikap rajin ibu itu. Dua rekanku adalah sosok pekerja keras, rajin, ulet dan tangguh seperti ibunya. Sungguh, buah tidak jatuh jauh dari pohonnya. SIKAP RAJIN AKAN MENGHASILKAN BUAH YANG MANIS DI MASA DEPAN.
Selamat menabur benih sikap rajin.
Sumber: Wahyu Pramudya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar